Senin, 29 Desember 2014

FILM SENYAP DITANAH BUTON



Ada banyak sejarah yang mengiringi pemerintahan di tanah pertiwi Indonesia. Salah- satu sejarah kelam yang melanda Indonesia terjadi pada tahun 1965 yaitu ditandai dengan peristiwa G-30S/PKI. Studi akademisi seputar peristiwa ini memang melahirkan banyak hipotesa yang bermuara pada dua versi, sehingga melahirkan banyak perdebatan. Baik versi yang membela PKI maupun yang menuduh PKI sebagai dalang dan harus bertanggung jawab akan kekacauan dimasa itu. Dalam Film “Senyap” yang disutradarai oleh Joshua Oppenheimer ini, mengkisahkan perjalanan tentang pembantaian jutaan manusia yang diduga sebagai penganut maupun simpatisan kelompok PKI.


Pemutaran film ini memang menuai kecaman oleh beberapa kelompok di berbagai daerah Indonesia. Wajar saja apabila alasan pelarangan ini dikarenakan belum dinyatakan telah lulus sensor. Akan tetapi sebuah pembodohan jika alasan yang dimaksud dikarenakan dapat membawa gaya baru komunis di Indonesia. gaya baru sebenarnya lebih cocok pada sebutan style masa kini dibanding sebuah ideologi. Bagaimana mungkin dapat mencegah aliran ini masuk kembali jika pandangan tersebut tidak diketahui.

Sebenarnya tidak ada yang perlu di takutkan ideologi komunis yang dulu pernah berkembang, akan bangkit kembali ketika kita membuka lembaran kisah perjalanannya. Saat itu ideologi ini dapat berkembang di Indonesia disebabkan kondisi pemerintahan yang belum stabil serta masyarakat yang masih sangat terpuruk. Sehingga isu yang dibawah komunis tentang penghapusan klas sosial maupun penghapusan kepemilikan pribadi menjadi daya tarik tersendiri dan diterima masyarakat. Sala satu variabel yang mempengaruhi kekuatan PKI saat  itu karena masih adanya politik aliran Blok Barat dan Blok Timur (Uni Sovet) yang berpemahaman komunis. PKI memliki jaringan internasional dan berhubungan bersama Uni Soviet sehingga menambah kekuatan dalam memasyarakatkan ideologinya.

Kini runtuhnya negara Uni Soviet menjadi pertanda bahwa ideologi Komunis telah mati karena dianggap gagal mengemban missinya. Seperti halnya Lenin ketika meruntuhkan rezim feodal Tsar, yang justru membawa sebagian rakyat Rusia sengsara dalam penderitaan batin dan pejabatnya hidup dalam kemewahan. Adapun terdapat negara-negara maju yang masih menggunakan ideologi ini, namun dalam prakteknya masih jauh dari mimpi Komunis. Cina misalkan, yang menerapkan konsep pasar bebas hingga saat ini. Banyak penganut aliran ini kecewa dan mulai meninggalkan ideologi komunis. Oleh karenanya, alasan pelarangan pemutaran Film senyap yang ditakutkan dapat membangkitkan kembali ideologi Komunis di Indonesia agak tidak relevan. apa lagi politik aliran dunia seperti yang disebutkan tersebutkan saat ini sudah memudar bahkan tidak ada lagi.

Karakter ideologi Komunis memang sedikit keras dalam mewujudkan cita-citanya. Tidak heran banyak kekacauan yang terjadi saat itu di indonesia. Perstiwa Madiun (Madiun Affair) bahkan G-30S/PKI menjadi catatan kekejaman PKI. Tidak heran pemerintah sangat serius untuk membersihkan indonesia dari gerakan PKI. Dimasa pemerintahan Orde Baru gerakan ini semakin gencar, bahkan apapun yang berhubungan terkait simbol-simbol PKI di lenyapkan. Dengan kekuatan militer, saat itu banyak para aktivis maupun simpatisan PKI ditahan. Sikap kekerasan bahkan pembantaian seperti yang di ceritakan pada film ini pun dilakukan. Padahal bisa saja di antara semua tahanan tersebut tidak murni bagian dari PKI.

Di era demokrasi seperti saat ini, memang memberikan angin segar bagi para bekas tahan politik PKI. Tetapi sebaliknya merupakan situasi muram yang memojokan militer ketika isu HAM menjadi perhatian khusus. Banyak pejabat militer yang disudutkan terhadap pelanggaran HAM yang kemudian di adili. Barangkali ini yang menjadi alasan dari kecaman pada film ini. Kini mereka bagi bekas tahan PKI menuntut perlakuan hukum atas pelanggaran HAM yang menimpah mereka. Apa pun alasanya, pembantaian sangat tidak wajar terjadi, ketika mereka dalam keadan tidak melawan apa lagi dalam keadaan tidak berdaya.

Saya memang belum pernah menonton film ini, namun membuat saya teringat akan cerita yang melanda tanah kelahiran saya di Buton, pulau yang berada di tenggara Sulawesi yang di CAP sebagai PKI. Ketika itu banyak tokoh masyarakat, maupun pejabat yang ditahan karena di tuding sebagai PKI. Petani yang mendapat bantuan pacul ikut diseret, padahal mereka bukan bagian dari PKI, melainkan hanya sekedar memenuhi kehidupan bertani mereka dalam menggantungkan hidupnya. Pada tahun 1969 hujan air mata mengalir ketika Kasim Bupati Buton di tangkap dan keluar dalam keadaan tidak bernyawa.

Penyebab meninggalnya Bupati Buton ketika itu menuai kontoversi. Keluarga maupun kerabat korban dilarang untuk melihat jasadnya. Bahkan seorang istri yang ditinggalkan pun tidak diperbolehkan untuk membacakan tahlil untuk mendoakan kepergian suaminya. Padahal mereka bukan bagian dari simpatisan maupun terlibat dalam gerakan komunis, mereka sebenarnya menjadi korban dari politik militer. Karena kekuasaan, alamat PKI di sandarkan kepada para pejabat mupun tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang dianggap vokal. Akibat peristiwa Buton yang di PKI kan tersebut, banyak keturunan korban tersudutkan sebab hak asasi mereka di cabut, bahkan membuat terpuruk masyarakat Buton.

Dimasa pemerintahan Orde baru memang identik dengan masa militer. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diberikan dua  fungsi sekaligus yang dikenal dengan sebutan Dwi Fugsi ABRI . Selain dalam mempertahankan kemanan dan kemanan negara, ABRI dapat juga  terlibat dalam gerakan politik di pemerintahan. Tidak heran jika saat itu kekuatan militer sangat mendominasi dari pemerintah pusat sampai kedaerah. Bahkan sampai ditingkatan desa pun dikuasai dan diduduki oleh kelompok militer. Sehingga tidak dapat dinafikan gerakan politik kekuasaan dengan meminjam kekuatan milter ketika itu sangat terasa.

Keberhasilan dalam memerangi partai komunis sebenarnya masih banyak meninggalkan luka. Menurut saya film senyap semestinya tidak menjadi persoalan untuk di tonton. Bisa saja Film tersebut dapat membuka tabir kebenaran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi. Saya yakin, ada orang yang tidak bersalah dari sekian banyak tahanan  maupun menjadi korban pembantaian, seperti yang pernah terjadi di daerah saya.

Rabu, 24 Desember 2014

MEMECAH KEHENINGAN DIMALAM PELANTIKAN HMI



Senin malam tanggal 22 Desember 2014, Baruga yang berada tepat dihadapan Masjid Agung Kesultanan Buton sedang dipersiapkan pelantikan pengurus HMI Cabang Baubau Periode 2014-2015. Baruga merupakan salah satu cagar budaya yang menjadi saksi bisu tempat pertemuan masyarakat adat, yang juga sekaligus menjadi tempat resepsi pelantikan Sultan Buton dikala itu. Barangkali ini yang menjadi alasan bagi pengurus untuk melakukan pelantikan ditempat yang di agungkan ini.

Kegelapan dan keheningan malam  yang menyelimuti lokasi itu seoalah menambah kesakralan para kader Hijau Hitam yang hendak diambil sumpahnya. Namun bukan berarti juga menutupi dosa bagi para pengurus yang akan dilantik terutama bagi senior yang berada dibelakangnya. Seolah tak ada rasa salah, senyum manis terpancar bagi pengurus dalam menyambut tamu yang sebenarnya dibalik itu semua terselip sebuah wajah kemunafikan.  

Sirine kendaraan Patwal Walikota Baubau menjadi pertanda acara akan segera dimulai. Pembawa acara (MC) mengarahkan semua tamu undangan serta menyambut kedatangan orang nomor satu di Kota Baubau ini. Saat hendak membuka acara, saya bergegas berjalan dari arah belakang dan tepat di tengah deretan tamu undangan menyampaikan dengan lantang kegiatan untuk tidak dilanjutkan sementera. Hal ini disebabkan terkait SK yang dikeluarkan PB HMI tentang pengesahan pengurus HMI Cabang Baubau yang di anggap bertentangan dengan Konstitusi. Hal ini dikarenakan telah mengesahkan seorang ketua yang belum melaksanakan intermediate training. Harapannya saat itu KAHMI (Korps Alumni HMI) yang hadir dapat menjadi jembatan dalam persoalan ini.

Hanya saja, niatan untuk meminta penjelasan Ketua Umum PB HMI yang diwakili saat itu oleh Kabid lingkungan Hidup, serentak dicegah oleh panitia keamanan dan pengurus yang hendak dilantik. Sikap tersebut direspon oleh 10 (sepuluh) anggota dibarisan lainnya yang membantu saya sebagai Ketua Umum HMI Komisariat Sospol Unidayan dalam menyampaikan keberatan. Dengan semangat yang berseri-seri, mereka berusaha agar masalah di HMI Cabang Baubau untuk diselesaikan. Meminta pertanggung jawaban PB HMI dan jika perlu untuk meninjau kembali dengan diturunkannya karateker Ketua umum. Gerakan mereka ini bukan murni bagian dari gerakan sakit hati, melainkan mendapat dukungan dari beberapa komisariat termasuk pengurus yang baru saja dilantik. Masalah di HMI Cabang Baubau diketahui mayoritas kader dan sebagian Alumni HMI, namun lidah memang tak bertulang, hanya untaian kata manis saja yang terdengar untuk mengecam, tetapi ternyata ikut mengaminkan tindakan inkonstitusional ini.

Pertentangan pun terjadi ketika pasukan 10 (sepuluh) orang tersebut, berjuang melawan tindakan yang telah jelas menyalahi konstitusi HMI. Mendapat perlakuan keras dan sikap kekerasan yang dilakukan oleh keamanan pelantikan justru semakin menambah membakar semangat mereka. Adu mulut, hujan kursi, bahkan perkelahianpun mereka hadapi, sehingga memecahkan keheningan malam yang sangat romantis saat itu berubah penuh dengan ketegangan. Tamu undangan termasuk Walikota Baubau bergegas meninggalkan tempat kegiatan ini. Tidak lama kemudian akibat jumlah dan situasi yang tidak mendukung, mereka pun dipukul mundur menjauh dari area pelantikan.

(Pelantikan Pengurus HMI Cabang Baubau periode 2014-2015)

Mereka di anggap sebagai orang yang tidak berbudaya karena menjadi penyebab keributan di Baruga yang disakralkan oleh masyarakat Buton. Akan tetapi sebenarnya mereka justru menjaga kesucian tempat tersebut agar tidak dimanfaatkan oleh orang yang telah jelas lahir dari proses yang salah. Sebenarnya mereka tidak bermaksud untuk membuat keributan dan kekacauan, namun karena mendapat tindakan premanisme dari kelompok yang menzalimi konstitusi tersebut, sehingga keributanpun tak dapat dihindarkan.

"Sikap mereka dianggap tidak bijak dan memalukan HMI, namun sebenarnya sikap mereka lebih baik jika dibanding orang yang dengan sengaja merusak tatanan sistem kaderisasi HMI.
***
Mereka di anggap sebagai pengacau, namun sebenarnya sikap mereka dalam melawan ketidak benaran merupakan salah satu bentuk kepatuhan mereka terhadap HMI.
***
Mereka lebih bijak jika dibanding oleh segelintir orang yang cuman dibibir mengatakan melawan tapi lebih memilih diam, tunduk, dan patuh terhadap ketidak benaran."
***
Dinamika memang hal yang wajar terjadi di pemilihan Ketua Umum HMI. Wajar ketika dalam mengadu intrik dan strategi, akan tetapi bukan berarti harus menzalimi Konstitusi yang semestinya di junjung tinggi. LM.AKBAR PRATAMA yang hendak dilantik sebaga Ketua Umum tersebut lahir dari sebuah konferensi yang tidak jelas serta melanggar konstitusi HMI pasal 29C angka 4, yaitu dikarenakan belum pernah mengikuti intermadiate traning (LK-II) HMI saat itu. Praktek tersebut merupakan hal  perlu dibinasakan untuk tidak di biasakan. Tidak menutup kemungkinan fenomena ini dapat menjadi patokan bagi perjalanan HMI kedepannya. Bisa saja nantinya ketua umum dijabat oleh yang bukan kader Hijau Hitam. Dengan bermodalkan jaringan di Pengurus Besar yang buta seperti sekarang ini, Urusan Basic Training (LK-I) maupun Intermediate Training (LK-II) HMI mnyusul kemudian.

Sebelum dilantik  Ketua Umum yang bersangkutan memang telah menyelesaikan LK-II HMI. Namun perlu digaris bawahi bukan saat sebelum konfercab, melainkan hendak akan pelantikan. Hal ini tidak jauh berbeda jika di ibaratkan manusia untuk menutupi aib dari hasil perzinahannya, maka sebelum diketahui harus dilakukan pernikahan secepatnya. Analogi seperti ini cocok bagi Ketua umum HMI yang baru dilantik belum lama ini, karena lahir dari hasil pemerkosaan konstitusi.   

Perjuangan untuk meninjau SK yang dikeluarkan terkait kepengurusan HMI Cab.Baubau bukan tidak dilakukan sebelumnya. Upaya penguggatan juga dilakukan, namun ditolak dengan alasan yang sederhana bukan substansi dari tuntutan gugatan 6 dari 10 komisariat yang bertanda tangan. Salah satu yang bertanda tangan yaitu Komisariat pendukung Akbar Pratama seperti Komisariat STAI yang merasa di tipu oleh sikap feodal seniornya saat itu.

Jumat, 12 Desember 2014

DIBALIK KEINDAHAN PARIWISATA KOTA BAUBAU


Berwisata pada umumnya yaitu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk rekreasi dan liburan. Tempat-tempat yang dikunjungi biasanya memiliki daya tarik tersendiri, seperti memiliki pesona keindahan alam yang indah, nyaman, menarik, tentram, dan sebagainya. Kegiatan ini merupakan salah satu obat penawar bagi setiap insan dalam melepaskan rasa kejenuhannya. Berwisatan ke alam terbuka merupakan bagian dari pensucian jiwa, sebab disanalah kita dapat mengenal hidup dan pencipta melalui alam.

Kota Baubau sebagai bekas pusat pemerintahan Kesultanan Buton, tentunya memiliki beberapa warisan sejarah yang dapat dinikmati saat ini. Di antaranya adalah Benteng Keraton Buton yang telah dinyatakan oleh MURI sebagai benteng terluas didunia. Disekitar pulau ini juga terhampar garis pantai yang tidak kalah menarik seperti yang dimiliki daerah lainnya di indonesia. Sebut saja pantai nirwana dengan pesona pasir putihnya dapat memanjakan siapapun yang menginjakan kakinya di tempat ini. Dari kedua tempat yang disebutkan ini merupakan tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh para wisatawan, dan bagian dari tempat wisata lainya yang berada di Kota Baubau
 
(Objek Wisata Pantai Nirwana Kota Baubau)
Kendati demikian, banyak kendala yang dihadapi oleh pemerintah Kota Baubau dalam pengembangan objek wisata tersebut. Hal ini disebabkan dengan masih banyaknya tempat-tempat wisata yang dikelola oleh masyarakat. Positifnya ialah, masyarakat yang berdiam diri dikawasan tersebut dapat menggantungkan hidupnya, seperti halnya yang berada di Pantai Nirwana Kota Baubau. Hanya saja kekurangannya ialah, tempat tersebut tidak tertata dan terawat dengan baik sehingga berpengaruh terhadap pengembangan objek wisata Kota Baubau.

Menanggapi permasalahan tersebut, salah satu strategi alternatif pemerintah dalam mengembangkan objek wisata yaitu dengan mendirikan tempat wisata seperti pantai kamali,bukit wantiro, Kota Mara dan sebagainya. Ini diharapkan dapat menjawab masalah objek wisata dalam meningkatkan pelayanan dan juga pemasukan Kota Baubau.

Dalam meningkatkan pelayanan di bidang parwisata, maka pemerintah Kota Baubau merumuskan Perda No.14 Tahun 2007 tentang Retribusi tempat rekreasi pariwisata dan olahraga yang juga dapat bermanfaat dalam peningkatan pendapatan asli daerah. Perlu dipahami bahwa retribusi daerah yaitu, pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU.No.28 Tahun 2009).

Yang perlu digaris bawahi ialah, syarat dari adanya retribusi yaitu pemberian dan penyediaan fasilitas yang disediakan khusus oleh pemerintah daerah. Namun, berdasarkan pengamatan penulis, peraturan daerah ini menyimpan tanda tanya yang besar? Bukan berarti tidak pantas untuk diterapkan, akan tetapi masih terdapat masalah didalamnya.

(Objek Wisata Budaya Benteng Keraton Buton)

Seperti yang disebutkan dalam peraturan daerah ini, bahwa salah satu tempat wisata yang dikenakan retribusi yaitu, biaya masuk objek wisata pantai, dan objek wisata budaya seperti Benteng Keraton. Contoh kasus misalanya biaya masuk yang terjadi dipantai nirwana, jika dilihat sepintas tidak masalah dengan peraturan daerah tersebut. Hanya saja penarikan retribusi pantainya tidak cocok karena dikelola masyrakat setempat.

Hal ini dibenarkan oleh Dinas Pariwisata Kota Baubau bahwa penarikan retribusi dipantai nirwana tidak diterapkan. Sebab dikawasan tersebut tidak dikelola pemerintah karena milik masyarakat setempat. Hal ini dikuatkan dalam pemungutan yang terjadi disana, tidak sepersenpun masuk dinas pariwisata. Anehnya terlepas dari persoalan tertsebut, dari mana karcis yang berlogokan Pemkot Baubau saat masyarakat setempat menarik biaya masuk. Apakah ada oknum pemerintah yang bermain, ataukah dicetak begitu saja oleh masyarakat. Entahlah....Hanya tuhan yang tahu...!!

Selanjutnya disebutkan pula, bahwa untuk masuk ke dalam benteng keraton di pungut biaya sesuai dengan kategori pengunjungnya. Benteng Keraton Buton merupakan bagian dari objek wisata budaya yang dimiliki Kota Baubau. Meskipun pemungutan tidak di jalankan pada kawasan benteng keraton, namun hal ini menimbulkan keraguan saya akan sumber daya para aktor kebijakan, terkhusus bagi mereka yang berada di lembaga legislatif.  Masalahnya adalah bagamaina cara membedakan antara pengunjung dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Sementara kawasan Benteng keraton merupakan tempat pemukiman masyarakat, serta tidak ada fasilitas khusus yang memang disediakan oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari retribusi jasa usaha yang dimaksudkan dalam peraturan daerah tersebut.

Selasa, 09 Desember 2014

FASE PERGOLAKAN KESULTANAN BUTON


Referensi dalam tulisan ini, diambil ketika saya membaca buku Masyarakat, Sejarah, Dan Budaya Buton karangan Pim Schoorl peneliti yang berkebangsaan belanda. Pim Schoorl juga merupakan teman kuliah dari La ode Muhammad Man'arfa anak dari Sultan Buton Ke-38. Buku ini dapat menjadi pembanding saat menilai beberapa cerita yang berkembang di masyarakat Buton tentang kejayaan masa lalu.

Buton merupakan salah satu pulau yang terletak di Sulawesi Tenggara. Pada zaman dahulu daerah ini pernah menjadi pusat Pemerintahan Kerajaan Buton. Kerajaan Buton di dirikan pada abad ke-13 dan dipimpin pertama kali oleh seorang wanita bernama Raja Wakaka. Kerajaan ini mulai di kenal saat nama Butuni atau Buton tercatat dalam buku negarakartagama karya dari seorang sastra ternama Mpu Prapanca yang hidup di masa Majapahit.

(Benteng Kesultanan Buton)
Seperti pemerintahan pada umumnya, Kerajaan Buton banyak menapaki perjalanan yang penuh dengan dinamika. Dalam perjalanannya, kerajaan Buton kemudia beralih menjadi sistem kesultanan di masa pemerintahan Raja Ke-6 Laki Laponto (Murhum) yang juga sekaligus menjadi sultan pertama. Namun tulisan kali ini merangkaikan kisah kesultanan Buton yang diwarnai penuh pergolakan di masa Sultan Dayanu Ikhsanuddin

Sultan Dayanu Ikhsanuddin merupakan salah satu pemimpin besar di kesultanan Buton. Di tangannya undang-undang pemerintahan Kesultanan yg dikenal dengan sebutan Martabat Tujuh dirumuskan. Dimasa pemerintahanya pula, persekutuan pertama antara Buton dan VOC yang ditandai dengan sebuah kesepakatan dengan sebutan perjanjian Both.

Awalnya perjanjian ini lahir akibat kehadiran Kesultanan Makassar yang mulai mengalami perkembangan. Saat itu Makassar menjadi tempat penimbunan dan perdagangan rempah-rempah ketika Malaka telah ditaklukan oleh bangsa Portugis. Sejak awal Makassar juga menjalankan politik perluasan, disisi lain pula Makassar mempunyai keinginan besar dalam menguasai perdagangan rempah-rempah untuk di perdagangkan di Makassar. Keinginan tersebut mengalami pertentangan dengan VOC sehingga melahirkan pertempuran baik secara fisik maupun secara diplomasi.

Menarik ketika melihat pertentangan tersebut saat mencari dukungan daerah-daerah lain di sulawesi, ternate, maluku dan terkhususnya di Pulau Buton. Buton menjadi daya tarik tersendiri karena merupakan jalur penghubung ke Maluku yang menjadi surga rempah-rempah disaat itu. Hanya saja Buton lebih merasa bebas dan merdeka saat memilih bergabung terhadap pengaruh VOC sehingga lahirlah persekutuan tersebut. Hal ini tentunya membuat geram Kesultanan Makassar sehingga berniat untuk menaklukan Kesultanan Buton dibawah pengaruhnya.

Atas ancaman tersebut, Buton menjalankan politik diplomasi untuk meredam kekuatan armada Makassar. Bersamaan hal itu, VOC melakukan diplomasi kepada kesultanan Makassar, namun di tolak dengan alasan ingin bertemu langsung dari pihak Buton. Sehingga saat itu VOC tidak terlalu membantu banyak untuk membantu Kesultanan Buton. Oleh karena itu, pencarian diplomasi dilanjutkan ke kesultanan Ternate yang pada saat itu pula tidak berpihak ke Makassar akibat banyak benteng pertahanan Ternate yang dihancurkan saat perjalanan menuju ke Maluku.

Namun, Ternate terlambat mengirimkan bantuan sehingga saat itu Buton di taklukan Makassar dan di kuasai sebagian wilayahnya yang berada di pulau Muna (Tiworo). Berselang beberapa waktu kemudian, ternate dapat membebaskan kembali Buton dari pengaruh Makassar. Pergolakan ini terus menerus terjadi sampai berakhirnya kepemimpinan Sultan Dayanu Ikhsanuddin, serta beberapa kali Buton di taklukan dan dibebaskan kembali oleh para sekutunya yakni VOC dan Ternate.

Dapat disimpulkan bahwa Kesultanan Buton memiliki kekuatan dalam berdiplomasi untuk mencari sekutu melawan kekuatan tangguh armada Kesultanan Makassar. Dapat dibayangkan jika kekuatan diplomasi ini tidak dimiliki, bukan suatu hal yang mustahil bahwa dalam perjalanan Kesultanan Buton dapat di taklukan dan dibawah pengaruh Kesultanan Makassar.

Jumat, 05 Desember 2014

TUMPANG TINDIH RETRIBUSI PARKIR PANTAI KAMALI




Pantai Kamali yang dulu dikenal dengan sebutan Buton Beach, awalnya, menjadi Pusat niaga yang kumuh, jorok, dan masyarakat yang berdiam disini terhimpit oleh kepadatan penduduk sehingga menjadi tidak terlalu menarik di saat itu. Atas inisiatif pemerintah Kota yang saat itu di pimpin Drs.Mz. Amirul Tamim menyulap kawasan itu menjadi ruang publik yang nyaman dan menjadi salah satu ikon (simbol) Kota Baubau.

Setelah di tata, pantai kamali dilengkapi fasilitas tempat usaha, olahraga, dengan tetap bernuansa alami, sehingga kawasan ini ramai dikunjungi masyarakat setiap harinya. Biasanya puncak  masyarakat membanjiri kawasan ini diwaktu senja dan malam hari. Di masa-masa seperti itulah kita dapat menikmati pancaran indah sinar matahari terbenam, serta lampu yang menenarangi kawasan ini, seolah tak mau kalah dengan sinar yang menghiasi langit dimalam hari. Di saat itulah pantai kamali hidup menjadi ruang publik tempat aktifitas kegiatan masyarakat Kota Baubau. Namun, ada hal yang terlupakan dalam penataan pantai kamali dengan pesona yang telah disebutkan tersebut, yaitu penyediaan tempat parkir.

Seiring dengan pembangunan Kota Baubau, pertumbuhan kendaraan yang signifikan menimbulkan permasalahan dalam hal perparkiran. Pantai Kamali sebagai tempat ruang publik pun tak luput dari masalah ini. Akibat ketiadaan sarana parkir yang disiapkan khusus, tepi jalan pun dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Akibatnya terlihat oknum masyarakat yang memanfaatkan dengan memungut bayaran kendaraan parkir para pengunjung. Menjawab permasalahan tersebut, maka pemerintah Kota Baubau mengeluarkan Perda No.20 Tahun 2012 Tentang Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum, dan Perda No.21 Tahun 2012 Tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir. Sekedar mengingatkan kembali, secara umum retribusi yaitu sumbangan yang dilakukan masyarakat atas imbalan  jasa yang dberikan pemerinah. Sumbangan merupakan pembayaran yang sifatnya tertentu dan tidak dipaksakan.
(Parkir Pantai Kamali Kota Baubau)
Menurut anda, pembayaran retribsui parkir dikawasan pantai kamali tergolong dalam Parkir tepi jalan umum atau kawasan khusus parkir? 

Jika dilihat dari fakta dilapangan, sudah pasti, pembayaran dipantai kamali tergolong retribusi parkir tepi jalan Umum dan tidak tergolong dalam kawasan khusus parkir. Sebab tidak ada tempat khusus parkir dipantai kamali seperti pelataran, ataupun taman parkir seperti yang dijelaskan dalam Perda No.21 Tahun 2012 yaitu tempat yang secara khusus disediakan dan atau dikelola pemerintah daerah meliputi pelataran/lingkungan parkir, taman parkir dan gedung parkir. 

Namun menurut Nugroho Kepala Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Kota Baubau yang disinyalir pada salah satu media cetak dikota Baubau menjelaskan bahwa Yang termasuk kawasan Khusus Parkir yang dipungut bayaran yaitu Pasar Wameo dan Pantai Kamali. Pernyataan ini sebenarnya agak sedkit keliru, Hal ini dibenarkan jika hanya menyebutkan pasar wameo saja, tetapi tidak cocok untuk di pantai kamali. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Pembayaran retribusi parkir tepi jalan umum sudah dirangkaikan saat pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor samsat setiap tahunya.

Oleh karenanya jika mengamati penjelasan tersebut, semestinya masyarakat tidak perlu dibebankan pembayaran saat melakukan parkir dipantai kamali, karena terjadi tumpang tindih pembayaran sehingga masyarakat dibebankan 2 kali untuk membayar retribusi parkir. Sebab tempat parkir dipantai kamali berada ditepi jalan umum, dan masyarakat sudah membayarnya setiap tahun dikantor samsat seperti yang telah dijelaskan tersebut.

Meski sebenarnya keliru, tetapi penataan dan penarikan retribusi parkir dipantai kamali bukanya tidak perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah kota Baubau, jika dibandingkan dengan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan pembayaran parkir liar. Akan tetapi hal ini menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam melakukan pembangunan kedepannya perlu memperhatikan untuk penyediaan sarana khusus parkir. Sehingga tidak lagi memanfaatkan tepi jalan dan tidak terjadi tumpang tindih pembayaran seperti ini.

Apalagi penataan parkir yang saat ini dilakukan pemerintah Kota Baubau justru mempersempit ruas jalan di pantai kamali. Belum lagi ditambah sistem pengelolaan yang belum Maksimal. Hal ini disebabkan masih terlihatnya kendaraan yang masih memanfatkan parkir diluar yang telah disediakan, seperti tepat berada di depan kegiatan usaha seperti KFC yang justru dapat berpotensi untuk terjadi kemacetan.