Selasa, 08 April 2014

KAMPUNGKU TAK SEPERTI SEJARAHNYA


Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan dalam menjawab realita yang sedang mengerogoti Desa kita tercinta "Rongi'.

Desa ini secara geografis berada ditempat ketinggian dan di sekelilingnya penuh dengan perbukitan. Tanahnya yang hijau, udaranya yang sejuk, serta airnya yang begitu jernih membuat siapaun yang kesana menjadi terasa nyaman akan keindahan alam yang telah di lukiskan tuhan. Gunung mungil nan indah membuat kita teringat kembali di sebuah tempat yang terdapat pada film Teletabis. Begitulah profile singkat pesona yang yang di miliki oleh Desa Sandang Pangan (Rongi).

(Pesona Desa Sandang Pangan/Rongi)

Desa kecil ini juga menyimpan banyak jejak sejarah kebudayaan Buton sebagai sala-satu kesultanan terbesar di wilayah Timur Indonesia. Kesultanan Buton dimasa pemerintahanya dahulu mempunyai sistem pertahanan berlapis dalam mencegah kemungkinan segala gangguan yang datang dari luar. Rongi menjadi bagian dari pasukan armada yang terhimpun kedalam suku Lapandewa. Lapandewa merupakan bagian dari sala-satu sistem pertahanan Kesultanan Buton yang memiliki tugas yang sama seperti ke tiga daerah lainya yakni Mawasangka- Wabula, dan Watumotobe yaang di kenal saat itu dengan sebutan "Matana Sorumba". Secara etimologi Matana Sorumba memiliki arti ujung jarum yang kemudian istilah ini di gunakan oleh kesultanan Buton sebagai pasukan pertahanan. Ujung jarum bermakna sebagai garda terdepan dalam menghalau segala gangguan musuh yang datang mengancam kedaulatan kesultanan. selain itu pula menarikanya di desa rongi memiliki benda pusaka yang masyarakat sekitar menyebutnya Meriam Naga yang bentuknya menyerupai benda pusaka di Keraton Buton.

Meriam Naga Kesultanan Buton

Meriam Naga Lapandewa Rongi

Itulah peninggalan khasanah budaya Buton yang tersisa kini dan menjadi kebanggaan masyarakat rongi. Ketika kekayaan alam dan budaya semakin terkikis oleh zaman, nuansa budaya tersebut masih begitu terasa ketika kita menginjakan kaki disini. Ancaman wabah modernisasi yang dapat menjauhkan kebudayaan dengan masyarakatnya perlu kita jaga bersama untuk tidak melanda desa ini yang secara adminstratif berada di Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.

Ikatan kekeluargaan, gotong royong sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia masih sangat terjaga di tengah-tengah masyarakat nya. Membangun tatak ramah yang di ikat oleh norma-norma adat istiadat. Parabela sebagai ketua perangkat adat pun masih sangat di hormati, ketika hampir di seluruh wilayah desa kecamatan sampolawa lainnya tidak lagi memiliki sistem perangkat adat seperti ini. Selain itu meskipun agak sedikit rapuh, benteng yang mengelilingi sebagian pemukiman warga mempertegas kembali kebesaran budaya dan keindahan yang di miliki desa Sandang Pangan (Rongi).

Jangan biarkan kebudayaan menghalangi perkembangan daerah, serta jangan pernah biarkan pula perkembangan daerah mengikis dan menghapus kebudayaan kita. Apa lagi sampai harus di kotori oleh kepentingan politik yang penuh dengan kemunafikan. Masyarakat jangan pernah ketularan dengan praktek seperti ini. Saling sikut-sikutan, mencelah, bermusuhan satu-sama lain, yang kesemuanya tersebut bagian dari lingkaran setan. karena jika kita terkontaminsasi dengan virus ini seperti yang di tunjukan oleh orang tua maupun tokoh masyarakat rongi berarti mereka adalah bagian dari golongan setan itu sendiri. Sebab anehnya kita saat ini tidak memiliki pertahanan yang baik karena kita mampu di porak-porandakan oleh orang lain karena hanya sebuah kepentingan politik. Masyarakatpun yang terlibat mungkin boleh berbangga hati karena merasa telah dikenal pejabat dalam memuluskan kepentingannya. akan tetapi sebenarnya itu adalah suatu hal yang sangat memalukan dan menjijikan. Suatu yang menggambarkan kalau masyarakat rongi itu lemah, bodoh, dan murah tidak seperti cerita sejarah yang konon katanya berani, gagah, dan perkasa.

Saya pun tidak menyangkah kenapa hal seperti itu bisa terjadi. Sementara sumber daya manusia yang dimiliki masyarakat rongi tidak kalah kualitasnya dengan yang lain. Ataukah semua karena semata buta akan harta, kedudukan, dan kekuasaan yang telah menyilaukan mata mereka sehingga melupakan tatak ramah yang telah di ajarkan.? ataukah mereka para tokoh-tokoh pemuda maupun orang tua yang melakukan hal tersebut, memang tidak memiliki pendidikan dan pemahaman politik yang baik.? Entahlah..hanya tuhan yang tahu.

Jangan karena hanya Harta, tahta, jabatan harga diri, dan nilai kekeluargaan harus kita gadaikan, serta budaya sendiripun kita injak-injak. Sifat seperti itu tidak seperti cerita keperkasaan masyarakat lapandewa yang di miliki oleh orang rongi. Hasilnyapun setelah itu kita di tertawakan, di abaikan tanpa mendapatkan perhatian yang baik ketika orang tersebut berhasil membombardir desa kita tercinta. inilah kisah yang memilukan, nama desa rongi yang dulunya mendapatkan perhatian karena budaya dan tugasnya dalam Kesultanan Buton, kini Nama Rongi menjadi tenggelam dan tidak lagi di perhitungkan dalam sistem pemerintahan saat ini. karena mereka yang telah berkuasa merasa telah memberi harga diri mereka dengan sangat murah. Adapaun jika Rongi masih di kenal itu karena sumbangsinya memproduksi arak terbaik, sangat memalukan tapi seperti itulah realitanya.

Sadar-tidak sadar kita bagaikan seperti sapi peliharaan yang hidungnya selalu ditarik kemanapun yang di inginkan penguasa gila. masyarakat yang kerjanya sebagai pegawai tidak pernah sadar akan hal itu . Bahwa mereka adalah budak yang selalu di arahakan dalam kepentingan politk sekalipun harus menghancurkan keluarganya sendiri. sementara masyarakat kecilpun lupa bahwa mereka juga telah di perbodohi oleh penduduk desa yang bekerja di pemrintahan. Inilah yang terasa ketika keluarga-keluargaku yang satu rumpun rongi merusak budaya yang telah di bangun para leluhur karena politik. Tidak bisa kah sifat gotong royong dan dukung mendukung itu pun kita tunjukan dalam bermain politik dan melawan segala bentuk penindasan sebagai jiwa sejatinya rumpun Lapandewa.? Waallahu a'lam.

Sekian. .

Minggu, 06 April 2014

JEJAK SANG SERDADU RIMBA UNIDAYAN

Bumi telah di titipakan oleh Yang Maha Kuasa kepada manusia untuk menjadi Raja di dalamnya. (Qs. Al Baqarah : 30). Maka sudah sebuah keharusan bagi manusia, untuk selalu mencintai alam sebagai tempat tinggalnya. Sebab tanpa rasa cinta, niatan untuk menjaga ,melindungi, serta melestarikan alam tidak akan pernah tumbuh di benak pikiran manusia.

Cinta menurut Eric Fromm adalah memberi. Memberi dalam artian dilandasi dengan motifasi yang baik. Memberi bukan berarti selalu mengharapkan imbalan, karena cinta itu ikhlas. Jika cinta selalu mengharapkan imbalan itu bukan cinta yang tulus, melainkan cinta dagang. Maka mencintai adalah memberi dengan penuh rasa ikhlas tanpa mengharapkan imbalan apapun.. Kemungkinan, inilah yang melatarbelakangi lahirnya Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALI) Giri Jaya di Unidayan, ketika perasaan cinta terhadap alam mulai terkikis di kalangan mahasiswa.


Mapali Giri jaya Hadir sebagai sebuah organisasi yang bergerak dalam memupuk dan menumbuhkan rasa kepedulian mahasiswa dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Mereka sang serdadu rimba (Sapaan akrap Pecinta Alam) berpendapat bahwa alam adalah sahabat sejati yang dapat memberikan arti dari makna kehidupan yang sebenarnya.


Sebagian kelompok mahasiswa lainya menilai bahwa MAPALI Giri Jaya adalah organisasi yang perlu di jauhi. Sebab kegiatan dari organisasi ini di anggap tidak baik karena aktifitas kegiatannya dihabisi dengan hura-hura, jalan-jalan dan berpetualang yang tidak ada manfaatnya. Asumsi tersebut bisa di pastikan timbul bagi kelompok mahasiswa yang tidak dapat menggunakan kerangka pikir ilmiahnya. Penialaian yang dilakukan hanya dengan melihat dari segi tampak luarnya saja.


Bagi sang serdadu rimba di Unidayan, bahwa dengan berinteraksi kepada alam, gunung, hutan, lembah, aliran sungai dan ombak di laut adalah sebuah proses dari bagian pensucian jiwa. Proses yang membuat mereka dapat lebih tenang dan mengenal sang pencipta akan keindahan dan megahnya alam ciptaanya. Bahwa apabila kita senantiasa berdialog dengan alam, maka dengan sendirinya akan memupuk rasa cinta pada tanah air dan membangkitkan perasaan patriotisme. Mencintai alam dan lingkungan adalah sebuah mediah untuk memupuk rasa kecintaan terhadap lingkungan. Maka yang berkaitan dengan alam, Mapali akan tetap selalu ada untuk pelsetarian dalam perbaikan lingkungan hidup.

(Sumber : arfieprincelove.blogspot.com)

Namun yang namanya manusia tetaplah manusia. Setiap manusia pasti   memiliki  lembaran   hitam  tak  seperti  malaikat  yang selalu suci. Sang serdadu pun menjadi buah bibir hampir disemua kalangan kampus Unidayan. Akibat oknum beberapa kader yang sering mempertontonkan mengkonsumsi akohol di depan umum,akibatnya  wajah organisasi ini di identikan dengan minuman keras. Siapapun yang mabuk maupun sedang menkonsumsi alkohol, meski pengguna tersebut bukanlah bagian dari kader Mapali, pandangan khalayak pun menilai bahwa itu adalah Mapali. Hanya karena ulah seseorang citra buruk pun langsung di lekatkan pada organisasi ini. sadar tidak sadar bahwa setiap orang yang melakukan penilai seperti itu sebenarnya dia telah terjebak dalam kesalahan berfikir.

Jalaludin Rakhmat dalam bukunya rekayasa sosial menyebutnya dengan istilah  Fallacy Of Dramatik Instance. Makasudnya adalah kecenderungan orang yang di kenal dengan Over-Generalization. Yaitu penilaian dengan mengangkat satu/dua buah kasus dijadikan sebuah kesimpulan yang bersifat umum. misalkan seperti contoh berikut : Dosen A Unidayan  Melakukan Pungli, dosen “B” Unidayan Melakukan Pungli, maka di simpulkan semua Dosen Unidayan  melakukan pungli. Penilaian seperti inilah yang dirasakan oleh Mapali giri Jaya.

Ironisnya setiap kita mendengarkan orang  membicarakan tentang organisasi ini, hampir semua yang di perbincangkan pasti tentang keburukannya. Mapali pun bagaikan sebuah nama yang begitu menyeramkan di dengar. Jarang kita mendengar diskusi-diskusi yang yang sifatnya solutif dalam melepaskan wabah tersebut yang hinggap di organisasi ini seperti manusia yang sedang frustasi. Sebenarnya perilaku semacam  itu bukan  semata-mata murni hadir karena telah ditentukan (determinsm) yang tidak dapat di ubah  lagi. Kemungkinan lahir akibat dari  kurangnya perhatian yang di dapatkannya. Perasaan  seperti ini mungkin juga dirasakan oleh Mapali giri jaya sehingga aktifitas yang seharusnya tidak  dilakukan tersebut dapat terjadi dan sering kita saksikan dalam kehidupan kampus Unidayan.

Fenomena seperti ini pun di sadari oleh sang serdadu rimba. Bukan semata-mata diantara kader Mapali malas tau akan hal itu. Namun di antara mereka pula masih berusaha mencari jalan untuk menjauhkan penilaian buruk tersebut. Namun dalam memperbaiki citra tersebut tidak segampang membalikan telapak tangan, butuh sebuah langkah-langkah untuk dapat merubahnya, dan tentunya perlu mendapat dukungan langsung dari pihak kampus dalam rangka pengembangan bakat mereka. Dengan langka mengembangkan bakat tersebut kiranya dapat mengurangi wabah yang mengahantui Mapali dengan senantiasa di isi dengan kegiatan-kegiatan yang sehat dan positive.

Tidak selamanya yang buruk selalunya jahat. Bukan semata-mata pula keburukan yang di miliki sang serdadu tersebut mutlak adanya.  Bahwa sebanrnya mereka juga masih  memiliki semangat, potensi, dan bakat  yang perlu di kembangkan.  Tak sedikit diantara mereka dapat meraih prestasi dalam mengharumkan nama Unidayan pada kegiatan kemahasiswa di tingkat regional maupun di tingkat Nasional.

WAJAH GALAU BIROKRASI BAUBAU


Birokrasi atau organisasi pemerintahan yang pada dasarnya berorientasi untuk bekerja pada pemberian pelayanan terhadap masyarakatnya. Idealnya agar cita-cita tersebut dapat terpenuhi, maka tentunya dibutuhkan suatu manajament pemerintahan yang baik serta di isi pula oleh orang-orang yang berkompeten,adil,jujur,profesional, bertanggung jawab, disiplin,terampil, dan taat pada tugasnya.


Max Weber dalam Inu Kencana Sjafie (Sistem Administrasi Negara Indonesia) mengatakan bahwa birokrasi adalah merupakan metode organisasi terbaik dengan spesialisasi tugas, walaupun kemudian banyak pakar mengkritik weber. Seperti Warren Bennis yang menyampaikan perlunya kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu sendiri. Artinya, birokrasi dapat berjalan dengan baik jika didalamnya terdapat sistem budaya pemerintahan yang baik serta ditempati oleh orang-orang yang memang ahli dibidang itu (The Right Man On The Right Place).

Reformasi Birokrasi yang di impi-impikan pasca Reformasi justru tidak terjadi di kota baubau. Malah yang ditampakan pada birokrasi kita saat ini justru menunjukan wajah kegalauannya. Dimana antara dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, disisi lain juga sibuk mengurus masalah penempatan posisi jabatan struktural dan fungsional pemerintahan yang tidak ada henti-hentinya mengalami kontroversi, dikarenakan tidak profesional serta di luar dari pada mekanisme. Seperti halnya pengangkatan seorang mantan oknum narapidana koruptor yang mengisi posisi jabatan struktural di kota baubau.  

Belum lagi dengan respon yang ditunjukan oleh ratusan PNS Non Job  yang melakukan aksi demonstrasi yang mempertanyakan tentang kebijakan mutasi walikota yang tidak sesuai dengan mekanisme aturan perundang-undangan yang berlaku. Memang benar dalam Undang-undang Pokok Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999 Tahun 2010  membuka ruang terhadap PNS  untuk mengadu apabila terdapat kekeliruan didalam penetapan sanksi yang diterimanya. tetapi bukan dengan melakukan aksi demonstrasi, melainkan dengan upaya banding adminstratif di peradilan tata usaha dan atau pada Badan Pertimbangan Kepegawaian jika berkaitan dengan sanksi disiplin kepegawaian. Kalau sudah seperti ini membuktikan bahwa kepemimpinan dibawah Drs.AS.Tamrin tidak dapat membangun sistem pemerintahan yang kokoh di kota Baubau dan tidak TAMPIL MESRA sebagaimana visi-misinya dahulu.
(Sumber : discoveryourindonesia.com)

Jika kita menyikapai semua permasalahan birokrasi Kota Baubau, sebenarnya malah justru hanya akan memperhambat urusan tugas kedinasan yang sudah tentu akan berdampak buruk terhadap kinerja pemerintahan dan tidak sesuai dalam PP Nomor 53 Tahun 2010. Karena jelas-jelas cara tersebut hanya akan menjadikan masyarakat sebagai tumbal dari rapuhnya sistem pemerintah.. Apalagi lagi diperparah dengan sikap para birokrat, khususnya pihak yang merasa dirugikan yang kerjanya hanya sibuk mempersoalkan, membicarakan, tentang pengangkatan PNS luar sebagai pejabat di kota Baubau yang sebenarnya tidak ada gunanya.

Sebenarnya mutasi, pengangkatan, serta pemberhentian pegawai adalah bukan sebuah suatu masalah dalam tata kelola pemerintahan. Sebab dengan cara seperti itu dapat berfungsi sebagai suatu penyegaraan kembali terhadap kinerja pemerintahan dalam upaya peningkatan profesional kerja guna memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat. Hanya saja masalahnya adalah,walikota baubau dalam melakukan kewenangannya tersebut tidak memperhatikan  etika pemerintahan serta tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Sikap yang dipertontonkan oleh para birokrat pemerintahan kota baubau seperti ini menunjukan bahwa pemerintahan saat ini sedang kehilangan arah. Bagaimana tidak, konsentrasi pemerintahan yang seharusnya memberikan pelayanan terhadap masyarakat, justru terpecah dikarenakan para Birokrat lebih sibuk mengurus masalah  internal mereka  saja. Yang sebenarnya jika dipahami bahwa sikap yang mereka lakukan itu sangat memalukan dan jauh dari tugas mereka sebagai abdi negara. dirugikan yang kerjanya hanya sibuk mempersoalkan, membicarakan, tentang pengangkatan PNS luar sebagai pejabat di kota Baubau yang sebenarnya tidak ada gunanya.

Melihat masalah yang terjadi ditubuh birokrasi seperti itu, ini menandakan bahwa orang-orang yang berada didalam jajaran pemerintahan kota baubau yang mengabdikan dirinya terhadap negara dan bangsa hanya mengejar sebuah tempat kerja dapat memberikan keuntungan individual semata. Sehingga konsep Good Governance yang bertujuan untuk membentuk masyarakat madani (Civil Society) tidak dapat terwujud dikota baubau, jikalau loyalitas kerja pegawai tidak mengacu pada tugas organisasi.

Iniliah kondisi bobroknya pemerintahan saat ini yang terlihat di kota baubau. Padahal masih banyak lagi  tugas besar yang sangat di nantikan oleh seluruh masyarakat kota baubau yang lebih penting dari pada hanya saling ribut diantara para birokrat yang notabene-nya hanya mengurusi kepentingan pribadi. Oleh karena itu tidak heran jika pemerintahan baru Kota Baubau yang dinahkodai oleh AS.Tamrin- Ma’sra yang sebentar lagi akan menjelang 100 (Seratus) hari masa kerjanya, sampai saat ini belum nampak yang muncul di permukaan, sehingga 3 fungsi pemerintahan sebagai Pelayanan Administrasi, Pelayanan Jasa, serta Pelayanan fasilitas susah untuk dilaksanakan.

Oleh karena itu para birokrat harus cepat sadar dan perlu mengevaluasi diri serta mengorganisir kembali pemerintahan dengan baik. Jangan kedepankan kepentingan pribadi lalu mengabaikan kepentingan masyarakat. Sebab apa yang dilakukan selama ini hanya akan menjadikan masyarakat sebagai korban, sementara masih banyak masyarakat yang mengimpikan perubahan, membutuhkan sentuhan, perhatian, serta pelayanan dari pemerintah.

BauBau, 04 Mei 2013.
SYAHRIL.H

BELAJAR MEMAHAMI FILOSOFI PEMERINTAHAN


              Pemimpin dan pemerintah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan. Baik-buruk, dan benar-salah jalannya roda pemerintahan tergantung bagaimana peran pemimpin di dalamnya. Secara umum banyak teori yang membahas tentang gaya-gaya kepemimpinan dalam pemerintahan. Akan tetapi yang terpenting adalah memahami tentang filsafat pemerintahan itu sendiri. Karakter  kepemimpin dapat dinilai dan terbentuk melalui filsafat pemerintahan ini. Disisi lain juga  karakter seorang pemimpin  sangat erat kaitannya dengan kredibilitas, oleh karenanya kepemimpinan tanpa kredibilitas cepat atau lambat pasti akan hancur.
              Inu kencana Syafiie dalam bukunya Sistem Administrasi Negara Indonesia membagi 3 bagian dalam filsafat pemerintahan yakni, logika, etika dan estetika. Dari ketiga kriteria tersebut, tentunya dibutuhkan suatu kesinambangan sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik, benar, dan  indah. Logika melakukan penilaian yang memisahkan antara benar-salah, etika memisahakan antara baik-buruk, sementara estetika menilai dari sudut pandang keindahan. Dari ketiga makna filsafat inilah yang perlu di perhatikan pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahannya sehingga dapat berjalan dengan sangat begitu teratur.
              Apabila seorang pemimpin dalam menjalankan pemerintahan hanya menggunakan dari sudut pandang  logikanya saja, maka belum tentu tindakan yang dilakukan tersebut memiliki kebaikan secara moral. Contoh kasus misalkan untuk menertibkan pedagang kaki lima, yang besangkutan langsung main usir, inilah yang disebut dengan benar secara logika, akan tetapi tidak baik dari segi etika, begitu pula sebaliknya.
              Belum lama ini Pemkot Baubau kembali di hebohkan dengan pengangkatan sekretaris kota yang ramai menjadi perbincangan. Meskipun tidak sesadis pesta non job yang lalu, pengangkatan sekot baru ini melahirkan banyak pula pertanyaan sebab pengangkatan ini terkesan tertutup dan cenderung dadakan. Tak perlu menunggu waktu yang lama, masa jabatan Ahmad arfah yang tinggal enam bulan lagi berakhir, bagai sebuah pengkudetaan di copot dari jabatannya.
              Disini kita lihat apakah aneh atau tidak dalam pengangkatan yang dilakukan sudah berdasarkan ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila kita hubungkan antara pelantikan sekot tersebut dengan ilmu filsafat pemerintahan, maka jika di pand         ang dari aspek Logika  bahwa pelantikan tersebut benar saja dilakukan, akan tetapi belum tentu baik dari segi moral (etika) pemerintahan. Sebab hanya akan dapat memberikan nuansa pembelajaran yang tidak baik yang dapat melahirkan benih ketidak harmonisan. Sehingga keliru jika walikota mengatakan tidak ada yang aneh dalam pergantian sekretaris daerah baubau. Sebab sudut pandang yang yang digunakan untuk menilai itu hanya menggunakan pendekatan logika semata akan tetapi mengabaikan 2 aspek lainnya dalam ilmu filsafat pemerintahan yaitu “Etika, dan Estetika”.
          Keseimbangan ini sangat penting tentunya dalam menjalankan roda pemerintahan. Sikap kontrofersi yang ditunjukan pemimpin kita saat ini, menunjukan betapa pentingnya pejabat kepemimpinan pemerintahan kota baubau dalam ilmu pmerintahan perlu untuk belajar dan memahami makna dari filsafat pemerintahan tersebut. Maksudnya adalah dapat mengetahui apa yang baik dan benar bagi masyarakat dan pemerintahan itu sendiri, dan jauh dari fanatisme apalagi fundamentalis.
          Baik adalah ukuran moral bagi aparat pemerintah, sedangkan kebenaran adalah ukuran logika pemerintahan. Mereka yang mengandalkan logika tanpa moral cenderung tirani dalam kekuasaannya. Sementara itu mereka yang mengandalkan moral tanpa logika akan membiarkan masyarakatnya dapat menggangu efektifitas pemerintahan. Good governance, dan clean goverment sebagai bagian dari agenda reformasi pun tidak terwujud.
            
Baubau, 23 Juli 2013

SYAHRIL.H        

SIAPA SENATOR BUTON RAYA


           Amandemen terakhir UUD 1945 tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia telah melahirkan sebuah lembaga tinggi negara  baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD).Dewan Perwkilan Daerah adalah sebuah lembaga legislatif tanpa melalui kendaraan politik apapun sehingga dengan menjadi perwkilan daerah atau yang sering dikenal dengan istilah senator (Perwakilan).
          Secara singkat, ada 3 tugas dari DPD yang telah di undangkan dalam UUD 1945 pasal 22D. Ketiga point tersebut perlu di garis bawahi bahwa DPD diberikan tugas sebatas dapat mengajukan, ikut pembahasan di DPR, serta melakukan evaluasi pelaksanaan UU yang berkaitan tentang daerah.  Yang berkaitan tentang daerah tersebut seperti tentang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
          Meskipun demikian, praktik dua pintu parlement (Bikameral) saat ini belum dapat berjalan secara efektif di indonesia. Secara kewenangan peran Dewan Perwakilan Daerah masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan DPR dalam menggunakan Hak legislasinya untuk memutuskan sebuah aturan perundang-undangan. Terlepas dari perdebatan tersebut, paling tidak DPD dapat hadir sebagai sebuah lembaga yang bisa memberikan kontribusi melalui pertimbangan dan pengawasan untuk kepentingan daerah yang telah di amanahkan UUD 1945.
           Senator atau anggota DPD merupakan keterwakilan dari masing-masing sebuah daerah tanpa terbingkai oleh partai politik seperti para legislator di DPR. Artinya bahwa anggota DPD nampak lebih merdeka di bandingkan legislator yang kemungkinan juga lebih berat terhadap kepentingan partainya. Untuk itu, dalam menyongsong masa depan Buton Raya secara khusus maupun Sulawesi Tenggara secara umum penting untuk memilih sosok yang memiliki komitmen atas daerahnya. Sosok yang memiliki kredibilitas, integritas dan  yang paling terpenting dapat menempatkan kepentingan pribadi di bawah posisi kepentingan daerah sebagaimana tertuang dalam falsafah Buton “Bholimo Karo Somanamo Lipu”.
(Sumber : kebudayaanindonesia.net)
            Buton sebagai sala-satu bagian  dari daerah kesultanan terbesar di nusantara sangat di sayangkan jika tidak dapat merebut kursi  anggota  DPD  RI kali ini. Sebab pada pemilu 2004 dan 2009 yang lalu tidak ada satupun perwakilan dari  Buton yang duduk dikursi  DPD mewakili Sulawesi Tenggara. Pengalaman ini tentunya perlu dijadikan suatu pembelajaran bagi segenap masyarakat Buton. Menaruh harapan yang besar dalam mengawal kepentingan daerah kedepannya  perlu memiiki senator yang mempunyai semangat dan latar belakang kedaerahan dan kebudayaan yang sama yaitu Buton Raya.
          Berangkat dari hal tersebut, maka di butuhkan sebuah konsilidasi bagi seluruh komponen masyrakat termaksud stakeholders terkait yang berada di jazirah Buton Raya. Konisilidasi tersebut di harapkan  dapat  menghasilkan sebuah keputusan yang secara bersama-sama dapat di dorong  menjadi senator  dari Buton Raya. Apa lagi mimpi provinsi Buton Raya yang sudah lama di rawat, maka akan ada sebuah harapan ketika ada keterwakilan kita di parlement yang dapat mengawal proses tersebut di senayan.

REKONSTRUKSI PEMIKIRAN DAN PERGERAKAN MAHASISWA UNIDAYAN


Dalam konstalasi arus perubahan sosial yang tidak stabil, diharapkan tindakan pola pikir dan  gerakan mahasiswa tentunya tetap berjalan sesuai koridor sehingga tidak terkontaminasi dengan ideology tertentu. Namun fenomena yang cenderung terlihat dalam setiap gerakan mahasiswa telah terjadi pergeseran orientasi yang bersifat politis. Nuansa politis tersebut bisa diamati secara ontologis atau materi gerakannya. Sebab dewasa ini, banyak gerakan mahasiswa yang terlihat hanya melegitimasi kepentingan kekuasaan yang hanya dapat di nikmati oleh segelintir orang atau kelompok tertentu.

Memang, banyak kalangan menyaksikan peran dan perilaku kaum intelektual yang sudah keluar dari tugasnya. Hal ini terbukti dengan masih adanya media-media informasi yang memberitakan tentang tindak premanisme mahasiswa melalui aksi tawuran, disisi lain juga masih sering terlihatnya keterlibatan mahasiswa dalam politik praktis serta romantisme dengan para pejabat pemerintahan, sehingga terindikasi kaum intelektual adalah sosok yang pragmatis dan hanya mengedepankan kepentingan pribadi.

Berangkat dari  problem yang terjadi di tubuh mahasiswa seperti ini, maka tentu tingkat kepercayaan masyarakat akan hadirnya kaum intelektual semakin berkurang. Sebenarnya tidak ada masalah kaum intelektual berkolaborasi dengan kekuasaan, tetapi kedekatan itu mahasiswa sebagai kelompok penengah (Midle clas) menjadikan kedekatan tersebut sebagai instrumen atau sarana perjuangan untuk menyeleseaikan segalah masalah sosial sehinngga kesenjangan masyarakat dapat teratasi.

          Memasuki tahun ajaran baru, seluruh komponen lembaga kemahasiswaan kampus mempersiapkan pesta penyambutan bagi seluruh mahasiswa baru dengan melalui orientasi pengenalan kampus (Ospek). Dalam upaya merekonstruksi kembali pemikiran dan pergerakan mahasiswa, secara garis besar yang perlu di pertegas kembali antara lain yakni mempertegas sistem pengkaderan dimasa ospek dengan penanaman moral dan militansi gerakan yang lebih agresif dalam melakukan kerja-kerja kongret yang menyentuh hajat hidup masyarakat secara luas, selain itu mempertegas intelektualisme dan independensi organisasi.

 Secara sederhana kaum intelektual dapat dipahami sebagai man of ideas, kelompok pemikir yang mempunyai horison keilmuan luas, komitmen moral dan kepedulian sosial yang tinggi. Kaum intelektual tidak pernah mengejar kepentingan praktis yang hanya bersifat kebendaan semata. Tugas mereka adalah mencari kebenaran, keadilan untuk kesejahteraan masyarakat. Semestinya gerakan mahasiswa lebih menekankan aspek konseptualisasi dan mekanisme yang mendorong tumbuh dan berkembangnya demokratisasi secara politik, keadilan secara sosial, guna terwujudnya masyarakat adil makmur. Dengan perkataan lain, masyarakat saat ini membutuhkan gerakan mahasiswa berkaitan langsung dengan permasalahan serta menyentuh kehidupan masyarakat.
(Sumber : Sejarahku2011.blog.com)
Perlu digaris bawahi, bahwa dalam belantika kehidupan sosial, peran dan kehadiran kaum intelektual atau cendekiawan sangatlah dirindukan seiring dengan dunianya yang sangat khas yaitu ilmu pengetahuan, dan tugasnya sebagai Agen of social, agen of change, dan moral force. Tanpa memiliki cendekiawan suatu masyarakat akan kehilangan kesadaran dan wawasan yang cerdas. Oleh karenanya permasalahan vital perlu dihindari mahasiswa, yakni kemalasan kaum intelektualnya itu sendiri.

Mahasiswa adalah asset Negara yang sangat penting, sebab ditangan mereka terdapat sebuah tongkat estafet kepemimpinan, artinya bahwa mahasiswa merupakan salah satu generasi penerus bangsa.  Untuk itu  dibutuhkan suatu karakter mahasiswa sebagaimana dengan tugas dan perannya. Apalagi UNIDAYAN sebagai salah satu perguruan tinggi terbesar dan tertua di sulawesi tenggara tentunya perlu  menanamkam dan menumbuhkan kembali bahwa Pancasila, serta akhlak dan budaya sebagai dasar gerak, sehingga dapat membawa masa depan bangsa yang lebih baik dan bermartabat karena kaum intelektual mempunyai peranan penting dan strategis dalam kemayarakatan khususnya di kota Baubau.



Baubau, 13 Sepetember 2013

SYAHRIL.H

Kamis, 03 April 2014

Pergolakan Parpol : Antara Kekuasaan Dan Ideologi





Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat beragam akan suku dan bangsa. Keberagaman ini dapat mejadi sebuah kekayaan tersendiri bagi indonesia, jika dapat di kelola dengan baik dan selalu berjalan beriringan. Namun akan menjadi sebuah malapetaka bagi indonesia jika perbedaan tersebut menjadi sebuah permasalahan yang  tidak dapat di tuntaskan. Sejarah mencatat  bahwa, bangsa Indonesia selalu di perhadapkan dengan konflik internal yang bersumber dari perbedaan Ideologi.


Sejak kemerdekaan, sistem politik indonesia mendapatkan persoalan yang begitu pelik dalam mempertahankan konsep persatuan dan kesatuan. Partai politik yang di percaya menjadi sebuah sarana yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat pun dilanda dengan sebuah pertarungan ideologi. Kita catat beberapa ideologi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi indonesia yang terselubung pada paham Nasionalis,Komunis,Islamisme dan Militerisme.


Paham Nasionalisme dikenal dengan menumbuhkan jiwa patriotosme  sebagai bentuk kecintaan terhadapa tanah air dengan menjujung konsep persatuan dan  kesatuan. Komunisme adalah sebuah aliran pemikiran sosialis radikal Marxisme-leninisme dengan melakukan pembebasan manusia dari keterasingan pekerjaan ataupun pengahpusan kelas sosial bahkan merujuk pada pengahapusan kepemilikan pribadi menjadi kepemilikan kolektif demi menyelamtkan negara dari kesengsaraan rakyat. Islamisme  berpegangan pada penegakan nilai-nilai islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan sebuah kecelakaan sejarah politik di indonesia bahwa Militer dapat mengambil peran dan mempengaruhi suhu  perpolitikan Indonesia dengan membawa semangat keutuhan dan keamanan negara menjadi  senjata utamamanya.

Pergolakan Ideologi partai politik sangat bgitu terasa saat itu  di masa pemerintahan Orde lama maupun di masa kepemimpinan Orde Baru.  Pergolakan tersebut menandakan begitu pentingnya sebuah ideologi dan begitu bermaknanya dalam setiap nafas perjuangan politik masyarakat yang akan di bawah ke system pemerintahan. Akan tetapi sejarah kelam pernah melanda perpolitikan Indonesia akibat dari pertarungan ideologi tersebut  yang di tandai dengan  persitiwa G30S/PKI.  Namun sejarah tersebut menggambarkan kita bahwa ideologi saat itu menjadi sebuah roh dan identitas partai yang sangat berpengaruh dalam mewakili aspirasi politik msyarakat dalam perjuangan partai politik.


Hanya saja pergolakan ideologi partai politik di masa reformasi saat ini tidak begitu  terlihat di tubuh partai politik. Partai politik nampak kering akan sebuah ideologi sebagai  sandaran perjuangannya. Ideologi hanya menjadi sebuah rangkaian kata filosofi indah semata yang di bungkus sebaik mungkin. Bahkan sebagaian politkus saat ini mengaggap bahwa ideologi  bukan lagi sesuatu yang di pilih dalam pertarungan politik.  Harta, tahta dan kekuasaan menjadi daya tarik utama sebagai garis perjuangan maupun dalam mendirikan sebuah partai politik. Tidak heran jika praktik suap, sogok,menyogok,korupsi dan penyakit masyarakat lainya di pertontonkan ketika menjadi wakil rakyat.


Fenomena tersebut justru akan melahirkan mayoritas masyarakat yang serba kekurangan serta segelintir masyarakat yang menikmati keuntungan (Kapitalisme). Yang kaya semakin kaya, dan yang  miskin semakin miskin akan melahirkan di tengah-tengah masyarakat gap sosial-ekonomi tentunya sangat berpotensi akan mendorong lahirnya gerakan sosial. Tuntutan keadilan, serta pemerataan, penghapusan kelas yang sangat di gemari kaum komunis kemungkinan akan hadir kembali dalam kondisi bangsa yang semakin carut-marut seperti saat ini. Politik kekerasan pun sebagai bentuk perlawanan dalam meneriakan persamaan hak dapat menimbulkan tindakan represif serta menggangu ketertiban dan  keamanan.


Berangkat dari hal tersebut ancaman terhadap keamanan dan ketertiban akan menjadi sebuah tantangan besar bagi Indonesia ketika permasalahan ini terus menerus terjadi. Konidisi seperti ini akan membuat  masyarakat kembali merindukan sosok militer utuk di butuhkan dalam sistem penyelenggaraan negara. Oleh karena itu jika posisi seperti ini terus menerus terjadi, maka tidak menutup kemungkinan dapat mengulang kembali peristiwa perseteruan antara ideologi komunis dan militer seperti persitiwa G30S/PKI tahun 1965 yang penuh dengan pertumpahan darah.

          Hal ini kurang di sadari oleh pelaku politik praktis sekarang ini. Tidak adanya sebuah garis perjuangan yang jelas dalam mewakili aspirasi masyrakat menjadi kondisi partai politik semakin carut marut. Pertarungan partai pun tidak jelas arah perjuangan apakah antara ideologi ataukah semata-mata hanya mencari kedudukan dan kekuasaan semata. Sebab tidak banyak saat ini banyak partai  politik mengabaikan persoalan ideologi tersebut. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya figur yang di tawarkan partai politik untuk di pilih tidak memiliki latar belakang yang jelas. Kebanyakan di antara mereka di pungut dari kalangan yang memiliki harta  berlimpah atau sebatas tenar semata. Sistem recruitment dalam  rangka melakukan pembinaan tersebut tidak di  lakukan, sebab calon yang di usung tersebut mayoritas bukan dari kader yang berproses di partai itu sendiri  yang ideologi perjuangannya perlu di pertanyakan.


Bagaimana mungkin sebuah misi perjuangan umat dan bangsa dapat terjadi sementara partai politik tersebut mengubur ideologi perjuangannya. Ketika ideologi tersebut tidak kokoh maka nafas perjuanganpun tidak akan tersusun dengan rapi dan pasti tidak akan berakibat baik bagi masyarakat maupun negara. Sementara Allah SWT menjelaskan dalam  firmannya bahwa “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalannya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh” (Qs.Ash Shof : 4). Oleh karena itu sangat begitu penting bagi partai politik untuk tetap konsisten dalam menjalankan ideologinya. Apa lagi pandangan  yang  di anutnya tersebut senantiasa  berada di bawah garis kebenaran yang bermanfaat baik bagi masalah keumatan maupun memperbaiki kondisi kebangsaan Indonesia.