Kamis, 24 September 2015

Belajar Berkorban Melalui Kurban


Selain hari raya idul fitry, salah satu perayaan terbesar yang dilakukan umat muslim yaitu peringatan hari raya Idul Adha. Perayaan Idul Adha dikenal juga dengan hari raya kurban yang dilaksanakan pada hari ke 10 kalender islam dibulan Dzulhijah. Hari raya kurban dialamatkan pada ibadah ini dikarenakan seluruh umat islam bagi yang mampu diwajibkan untuk mengkorbankan sebagian hartanya melalui binatang ternak (Qs.Al Hajj:34). Puncak dari perayaan hari raya ini ditandai dengan melakukan penyembelian binatang ternak yang telah direzekikan Allah SWT. Mengapa umat islam mesti di anjurkan untuk selalu berkurban? Apakah tuhan membutuhkan darah ataupun daging dari hewan ternak?


Memang secara kasat mata perayaan hari Idul Adha terlihat sadis karena disambut dengan ekspresi yang berkonotasi menyukai kekerasan. Pada moment ini umat muslim berkurban sangat bersemangat dan tertantang untuk mengendalikan ternak yang akan disembeli. Biasanya tenaga hewan yang dikurbankan melebihi tenaga manusia, sehingga untuk mengendalikannya dibutuhkan sebuah strategi dan taktik yang baik. Oleh karena itu saat berhasil menggulingkan se-ekor sapi misalnya, seketika itu pula tumbuh kepuasan dan kegembiraan tersendiri. Akan tetapi kurban cuman sebatas media sebagai ungkapan rasa syukur serta untuk saling berbagi atas rezky yang telah didapat. Sebab sebagian harta yang kita miliki ialah kepunyaan orang lain. Sebenarnya bukan darah ataupun daging yang dibutuhkan oleh sang pencipta, melainkan ketakwaan semata. Peristiwa hari kurban ini sekaligus mengenang begitu besar pengorbanan cinta Nabi Ibrahim kepada Allah SWT. Beliau ialah tokoh pemberontak bagi kaum berhala yang memiliki ketakwaan begitu besar. Sehingga kita semua di anjurkan untuk mengikutinya sebagaimana Allah memerintahkan Muhammad untuk mengikuti Nabi ibrahim. As.(Qs.An Nahl:123)    

Sekilas pelaksanaan kurban terlihat hanya sebatas saling berbagi rezky semata. Tetapi jauh dari itu semua, sesungguhnya kurban dapat berarti bagi manusia untuk membunuh semua rasa keserakahan dan senantiasa menghidupkan rasa kepedulian didalam diri. Kurban bukan sebatas berbagi makanan saja, tetapi yang paling terpenting juga adalah menumbuhkan rasa kepedulian terhadap kehidupan sosial lainnya. Artinya selain mencintai keluarga, kita juga bertanggungjawab untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat lainnya. Kita mendapatkan pesan untuk selalu mengedepankan kepentingan umum serta mengorbankan kepentingan pribadi maupun golongan (keluarga). Jika dihubungkan dalam falsafah eks-Kesultanan Buton yaitu "Bholimo karo Somanamo Lipu". Karena jika terlalu berlebihan mencintai anak/keluarga, kita dapat terjerumus dalam kezoliman sosial, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Seyogyanya momentum Idul Adha yang dilaksanakan saat ini dapat menjadi bahan renungan bagi umat islam untuk dapat menumbuhkan komitmen kebangsaan. Sebab dengan perayaan hari raya Idul Adha terselip  arti cinta yang sesungguhnya, yaitu memberi dan pengorbanan. Jauh sebelum Eric Fromm mengartikan cinta itu adalah "memberi", ribuan tahun yang lalu semuanya sudah dipraktekan oleh nabi Ibrahim As dalam kisahnya. Dari sisi sejarah Idul Adha merupakan pengalaman rohani Nabi Ibrahim As bersama anaknya Ismail As. Di saat usianya yang begitu tua, ia harus merelakan anaknya (ismail) untuk di kurbankan. Semua itu dilaksanakan semata-mata demi menunjukan ketakwaannya kepada Allah SWT. Karena begitu besar rasa cintanya kepada sang pencipta, Nabi ibrahim rela mengorbankan anak yang telah lama dinanti-nantikan untuk dikurbankan, yang kemudian di gantikan dengan se-ekor kambing. pertanyaan berikutnya mampukah kita mengorbankan diri dan keluarga kita untuk kepentingan umat?

Atas dasar inilah, saat ini  kita di anjurkan untuk memperingati hari raya Idul Adha yang telah diwariskan oleh nabi Ibrahim kepada umat islam.  Dengan menyadari tujuan berkurban sembari memahami bahwa pada masa Nabi Ibrahim kambing atau hewan ternak secara umum merupakan simbol kekayaan yang paling tinggi yang dimiliki seseorang, maka pada saat ini semangat berkurban seharusnya jauh melampaui daripada sekadar mengurbankan seekor kambing. Hal ini berangkat dari realitas sosial yang berkembang di masyarakat, yang masih banyak saudara-saudara kita yang hidup di bawah garis kemiskinan, tingkat anak putus sekolah yang tinggi, kualitas kesehatan masyarakat yang rendah, dan realitas sosial lain yang begitu mengkhawatirkan. Dari kesadaran tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kembali rasa optimisme warga bangsa ini menuju kepada cita-cita kemandirian bangsa yang berkeadilan sebagai tujuan bernegara. Semoga kita dapat mempelajari pengorbanan ini melalui hari raya Idul Adha. Sehingga dapat membentuk peradaban yang baik dan diridhoi Allah SWT.

Baubau, 24 September 2015