Akhir-akhir ini
pemberitaan seputaran isu PKI gaya baru kembali marak tersebar di beberapa
media masa di Indonesia. PKI gaya baru sebenarnya lebih cocok untuk
sebutan style anak muda masa kini. Entah apa yang menjadi motif di balik itu
semua yang seolah menceritakan bangsa ini sedang dalam keadaan darurat. Bukankah
faham dan organisasi ini sudah di larang di Indonesia, apalag dengan dogma
bahaya laten Komunis ini sudah sangat begitu melekat di benak masyarakat.
Artinya PKI sudah sangat sulit untuk kembali tumbuh di negara ini yang
mayoritas penduduknya beragama islam ini.
Lantas Apa Dalih Di
Balik Hangatnya Isu Ini.?
Sebenarnya tidak ada
yang perlu di takutkan jika Partai Komunis ini dapat menggerogoti kembali
pemerintahan Indonesia. Isu seperti ini jika di cermati dengan baik sudah tidak
begitu relevan, dan pemberitaan yang tersebar itu cenderung dramatis. Coba kita
lihat beberapa negara Komunis di dunia saat ini, bahkan masyarakatnya sudah
tidak percaya dan bahkan meninggalkan faham ini. Sebut saja ketika rezim feodal
pemerintahan Tsar di Rusia yang mendapat perlawanan dari masyarakatnya, karena
dalam praktek kepemimpinannya cenderung kapitalis yang pada akhirnya berhasil
di gulingkan. Cina misalkan salah satu negara yang menggunakan faham ini juga
dalam prakteknya menerapkan konsep pasar bebas yang justru dalam aktifitas
keseharian masyarakatnya lebih kapitalis. Artinya masyarakatnya mulai
meninggalkan faham ini karena sudah tidak sejalan dengan misi awalnya yaitu
pembebasan klas, membangun kesetaraan dan lain sebaginya.
Dahulu Partai Komunis
kenapa begitu cepat tersebar dan berdiri kuat di Indonesia karena para
petingginya seperti DN.Aidit mendapat dukungan negara Blok Timur di bawah
kendali Rusia. Jadi sebenarnya tidak perlu ada kecemasan begitu besar yang kita beranggapan bahwa partai ini dapat muncul kembali. Bukankah saat ini situasi
politik dunia sudah tidak mengenal sistem dua Blok (barat dan Timur) seperti
pada saat perang dunia ke-II dulu. Apalagi sejarah kelam bangsa Indonesia pada
tahun 1965 yang di motori oleh PKI saat itu sangat di musuhi oleh negara bahkan
masyarakat, sehingga haram hukumnya untuk hidup kembali di tanah pertiwi ini.
Lantas Apa Dalih Di
Balik Hangatnya Isu ini?
Partai Komunis memang
sebuah organisasi yang berniat ingin mendirikan negara satu partai, sehingga
kapanpun dapat saja mengintimidasi dan menyingkirkan pesaingnya dengan cara
apapun. Tidak heran jika kekacauan yang di dalangi PKI saat itu dapat terjadi.
Saya memahami apabila maraknya isu pemberitaan seperti ini sekedar mengingatkan
dan mengajarkan kepada masyarakat bahwa kejahatan yang di lakukan PKI itu
adalah suatu hal yang tidak di benarkan. Namun saya juga tidak mengerti mengapa
masyarakat tidak di ajarkan pula bahwa pasca tragedi G-30S, ketika partai ini
di basmi juga mendapatkan sikap intimidasi yang begitu besar, dan itu adalah sebuah
sikap yang tidak boleh juga untuk di benarkan. Karena berdasarkan keterangan
para saksi bahwa di balik keberhasilan dalam menumpas PKI juga terdapat bencana
kemanusiaan itu sendiri.
Seperti halnya kisah
yang di ceritakan pada film "senyap" yang di sutradarai oleh Joshua Openheimer dimana terjadi intimidasi, penangkapan, bahkan
pembunuhan secara kilat dalam penumpasan PKI. Dimana dalam film dokumenter ini
menceritakan seorang anak muda yang ingin tahu bagaimana keadaan kakaknya yang
tewas dengan menyandang predikat PKI. Bahkan Ribuan karyawan yang bekerja di
sebuah perusaahan yang pimpinannya PKI juga turut di tangkap dan di intimidasi.
Padahal diantara mereka hanya berjuang dan mencari kehidupan bagi keluargannya
tanpa mengetahui ataupun terlibat dalam gerakan kekacauan 65.
Begitu juga yang pernah
terjadi di daerah saya pada tahun 1969 di pulau Buton Provinsi Sulawesi
Tenggara. Banyak masyaraktnya di tangkap, padahal di antara mereka yang di
tahan dan di intimidasi itu tidak pernah terlibat dalam pemberontakan, hanya
karena mendapat bantuan pacul untuk bertani dari PKI mereka justru di tuduh
PKI. Bahkan hujan air mata menghiasi daerah ini karena Kasim Bupati Buton saat
itu yang dikenal sangat baik dan taat beragama oleh masyarakatnya turut di tangkap
dan di temukan tewas di balik jeruji. Daerah bekas Kesultanan Buton ini juga di
anggap sebagai basis PKI, sementara masyarakat dan tokoh-tokohnya dikenal
sangat religius saat itu. Kalau Basis Masyumi kemungkina benar karena salah
satu petinggi Masyumi saat itu ada di daerah ini. Saya yakin masih banyak
daerah lainnya yang merasakan persis seperti yang di ceritakan pada film ini.
Padahal bisa di pastikan bahwa kejahatan dan pemberontakan yang di lakukan PKI
tidak melibatkan seluruh anggotanya. Artinya tidak semua Anggota PKI terlibat
atau menyetujui sikap yang pernah di lakukan oleh beberapa anggota dan
pimpinnanya. Sebut saja Tan Malaka yang sangat bersebrangan dan tidak pernah sepakat
dengan sikap DN.Aidit dan Muso.
(Sumber Foto: www.merdeka.com) |
Dimasa pemerintahan orde baru memang masyarakat di ajak untuk bersikap antagonis terhadap PKI. Pemerintah menganggap bahwa PKI harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kekacauan yang terjadi pada tahun 1965. Apapun yang berkaitan tentang simbol dan masyarakat yang di anggap komunis harus di basmi. Jika alasannya seperti ini sebenarnya tidak begitu mendasar seperti yang di kemukakan oleh Jhon Roosa yang di tuliskan dalam tesisnya. Dalam bukunya ia mempertanyakan ketika negara mengklaim bahwa PKI harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadapat kekacauan dan pemberontakan G-30S. Partai ini di anggap mengorganisir dan memimpin pemberontakan itu. Alasan ini bisa di jadikan sebagai suatu hipotesa, tetapi mesti di teliti lebih mendalam untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang benar.
Saat itu PKI anggotanya berjumlah kurang lebih 3 juta orang, dan apakah semuanya harus bertanggungjawab? Ataukah hanya pimpinannya atau mereka yang terlibat saja yang harus bertanggungjawab?
***
Apakah karena ada keterkaitannya,
maka 3 juta orang itu meskipun tidak terlibat harus bertanggungjawab karena
sikap dari pimpinannya? Jika seperti ini alasannya maka inilah yang dimaksud
dengan kesalahan kolektif, dan prinsip kesalahan seperti ini sudah di tolak
oleh seluruh negara di dunia dengan berdasarkan prinsp Rule Of Law. Pemerintah
tidak pernah melimpahkan kesalahan kepada sebuah kelompok secara keseluruhan
karena sikap dari beberapa anggotanya, terkecuali ada diantara mereka yang
turut terlibat didalamanya. bayangkan jika prinsip kesalahan kolektif seperti
ini yang di terapkan kepada aparat keamanan yang saat itu mendapat sorotan
karena di duga telah melakukan pelanggaran HAM pada peristiwa 1998 kepada
mahasiswa. Haruskah kesalahan itu harus di limpahkan seluruhnya kepada jutaan
aparat keamanan ini karena ada anggotanya yang terlibat dalam pelanggaran
tersebut? Inilah yang perlu di luruskan.....
Jika kita lihat lebih
mendalam lagi berdirinya bangsa Indonesia, bukankah saat masa perjuangan dulu
masyarakat tidak membunuh orang karena mereka orang belanda. Dimasa
Pemerintahan Soekarno yang saat itu membubrakan PSI dan Masyumi setelah
pemberontakan PRRI karena pimpinannya di anggap mendukung gerakan pemberontaka
tersebut. Tetapi pemerintah tidak menyatakan bahwa semua anggota kedua partai
itu penghianat. pemerintah tidak menahan,maupun mengintimidasi seluruh anggotanya. Pemerintahan Seokarno pun juga mengampuni pemberontakan DI yang
mengangkat senjata melawan pemerintah saat itu terkecuali pimpinan-pimpinan
puncaknya yang di anggap terlibat.
Inilah bebrapa hal yang
perlu di perhatikan sehingga fakta selalu mendapat posisi terhormat dalam
setiap bangunan sejarah. Di masa demokrasi saat ini memang memberi angin segar bagi bekas tahanan PKI untuk mendapatkan rasa keadilan.
Namun dapat juga menjadi ancaman bagi aparatur pemerintah yang di duga pernah
terlibat melakukan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Satu aspek yang
perlu di hilangkan dalam perdebatan ini. Yaitu kecenderungan orang untuk
menggolongkan posisi apapun, apakah sebagai pro ataukah anti. Perdebatan yang
tidak bermanfaat itu misalkan seperti siapapun yang tidak menyetujui terhadap
sikap penahanan, intimidasi masal, maupun yang menunjukan simpatinya
kepada keolompok ini, maka di tuduh sebagai pendukung ataupun sebagai anggota
PKI itu sendiri. Dan pedebatan seperti inilah yang sering kita temukan di
Indonesia apabila sudah berlawanan dengan pandangan kebanyakan orang. Hukum itu
di buat untuk melindungi hak bagi setiap orang agar bisa mendapatkan rasa keadilan.
Jogjakarta,18 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar