Penyelenggaraan
pemilihan umum tahun 2014 di indonesia tinggal menunggu waktu. Pesta demokrasi
5 (lima) tahunan ini, di ikuti oleh 12 dari
38 partai politik sebelumnya, yang tentu saja lebih menguras tenaga dan
pemikiran bagi kontestan pemilu saat ini. Pasalnya dengan berkurangnya jumlah
peserta pemilu, maka total suara yang di kejar semakin besar jumlahnya untuk di
perebutkan sebuah partai politik agar dapat lolos menduduki kursi
legislatif.
Berbagai
strategi pun di lakukan oleh partai politik sebagai pemburu suara untuk merebut
simpati masyarakat sebagai penentu kemenangan. Benderapun mulai di kibarkan,
janji semakin di obralkan, poster maupun
spnaduk dengan memasangkan wajah terbaik pun berserakan di ruas-ruas jalan
sehingga menambah semaraknya pesta demokrasi kita saat ini. Strategi klasik
tersebut di lakukan sebagai bentuk persaingan antar partai yang berbeda agar
tidak tersingkir dalam kompetisi pemilihan umum. Mengedapankan hasrat untuk
berkuasa tanpa memiliki kader yang jelas, maka ideologi partai pun hanya
menjadi rangkaian kata indah semata, yang tentunya dapat berakibat buruk
terhadap cita-cita partai itu sendiri.
(Sumber : callmeom.blogspot.com )
Ketidak siapan partai untuk mendidik
dan membina anggotanya akan menimbulkan sikap partai politik yang bersifat transaksional
dalam menyesuaikan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan suara. Menarik
simpati dengan menjual calon dari bungkus luarnya saja, membuat masyarakat
kebingungan dalam menentukan pilihan karena terlihat asing. Hal ini di
karenakan calon yang di usung tidak jelas latar belakang pendidikan, kemampuan
maupun pengalamannya. Sehingga yang di timbulkan adalah cara-cara licik karena
tidak mampu bersaing dari segi kualitas pribadi yang dimilikinya. Maka cara seperti
kekerasan, politik uang, maupun pemanafaatan jabatanpun dilakukan sehingga
menciderai nilai demokrasi kita yang tentu saja bersifat tidak mendidik bagi masyarakat
dalam berdemokrasi.
Sekilas
dengan sejarah lahirnya demokrasi terpimpin di indonesia tahun 1959-1966. Yang
melatar belakangi Preiden Ir. Soekarno berniat mengubur partai politik saat
itu, dikarenakan bahwa partai politik hadir hanya sebagai memperkeruh masalah
dan hanya menjadi penyebab perpecahan yang tidak bakal berpengaruh baik bagi
bangsa dan negara. Pandangan tersebut lahir karena partai politik di saat itu
hanya sibuk mengurus kepentingan kelompok dan kekuasaan semata. Kondisi seperti
inilah yang tentu tidak kita inginkan terjadi dalam sistem perpolitikan saat
ini. Partai politik perlu memformat diri lebih baik dan mengajarkan masyarakat
untuk dapat berdemokrasi dengan baik
sebagaimana fungsi dari partai itu sendiri.
Dalam rangka
mencerdaskan demokrasi politik bangsa, penting bagi partai politik untuk
mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai
warga negara dalam menempatkan posisi kepentingan sendiri ataupun kelompok untuk
tetap berada di bawah dari kepentingan umum nasional. Jika ini telah dilaksanakan,
maka fungsi partai dalam melaksanakan pendidikan politik guna memenuhi
kewajiban partai dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran atas hak
dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat
terlaksana.
UU.
No. 2 Tahun 2008 pasal 10 telah tertulis tujuan umum partai politik. Pertama
adalah mewujudkan cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana di maksud
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan cita-cita
nasional bangsa tersebut pada UUD 1945 adalah memajukan kepentingan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Yang kedua adalah partai politik juga perlu mengembangkan
kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Bukan sebaliknya, partai
politik justru menjadi pemicu dari perpecahan di tengah-tengah masyarakat.
Terlepas
dari strategi menarik simpati masyarakat, dalam pelaksanaan fungsi partai politik tersebt tentu melalui sarana sosialisasi
politik (Mirriam Budiarjo). Maksud sosialisasi politik ini yakni proses
perkenalan maupun memperkenalkan melalui
seseorang untuk dapat memperoleh sikap politik yang di inginkan sesaui dengan
nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Melakukan pendidikan terhadap
masyarakat atau dengan melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung kepada masayrakat
perlu di lakukan, tidak hanya pada saat moment-moment tertentu saja. Partai
politik perlu sering bertemu langsung kepada masyarakat, sehingga keterwakilan
politik masyarakat terakomodir dalam sebuah partai politik. Cara-cara tersebut
bagian dari mencerdaskan politik bangsa, sehingga tanpa melalui cara-cara licik
pun, simpati masyarakat akan sebuah partai akan muncul dengan sendirinya selagi
dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan dari sebuah partai politik.
Baubau, 09 Desember 2013