Jumat, 14 Februari 2014

Wajah Parpol Menyambut Pemilu

Penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2014 di indonesia tinggal menunggu waktu. Pesta demokrasi 5 (lima) tahunan ini, di ikuti oleh 12  dari 38 partai politik sebelumnya, yang tentu saja lebih menguras tenaga dan pemikiran bagi kontestan pemilu saat ini. Pasalnya dengan berkurangnya jumlah peserta pemilu, maka total suara yang di kejar semakin besar jumlahnya untuk di perebutkan sebuah partai politik agar dapat lolos menduduki kursi legislatif.

            Berbagai strategi pun di lakukan oleh partai politik sebagai pemburu suara untuk merebut simpati masyarakat sebagai penentu kemenangan. Benderapun mulai di kibarkan, janji semakin di obralkan, poster  maupun spnaduk dengan memasangkan wajah terbaik pun berserakan di ruas-ruas jalan sehingga menambah semaraknya pesta demokrasi kita saat ini. Strategi klasik tersebut di lakukan sebagai bentuk persaingan antar partai yang berbeda agar tidak tersingkir dalam kompetisi pemilihan umum. Mengedapankan hasrat untuk berkuasa tanpa memiliki kader yang jelas, maka ideologi partai pun hanya menjadi rangkaian kata indah semata, yang tentunya dapat berakibat buruk terhadap cita-cita partai itu sendiri. 


                                                         (Sumber : callmeom.blogspot.com )


            Ketidak siapan partai untuk mendidik dan membina anggotanya akan menimbulkan sikap partai politik yang bersifat transaksional dalam menyesuaikan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan suara. Menarik simpati dengan menjual calon dari bungkus luarnya saja, membuat masyarakat kebingungan dalam menentukan pilihan karena terlihat asing. Hal ini di karenakan calon yang di usung tidak jelas latar belakang pendidikan, kemampuan maupun pengalamannya. Sehingga yang di timbulkan adalah cara-cara licik karena tidak mampu bersaing dari segi kualitas pribadi yang dimilikinya. Maka cara seperti kekerasan, politik uang, maupun pemanafaatan jabatanpun dilakukan sehingga menciderai nilai demokrasi kita yang tentu saja bersifat tidak mendidik bagi masyarakat dalam berdemokrasi. 

            Sekilas dengan sejarah lahirnya demokrasi terpimpin di indonesia tahun 1959-1966. Yang melatar belakangi Preiden Ir. Soekarno berniat mengubur partai politik saat itu, dikarenakan bahwa partai politik hadir hanya sebagai memperkeruh masalah dan hanya menjadi penyebab perpecahan yang tidak bakal berpengaruh baik bagi bangsa dan negara. Pandangan tersebut lahir karena partai politik di saat itu hanya sibuk mengurus kepentingan kelompok dan kekuasaan semata. Kondisi seperti inilah yang tentu tidak kita inginkan terjadi dalam sistem perpolitikan saat ini. Partai politik perlu memformat diri lebih baik dan mengajarkan masyarakat untuk dapat  berdemokrasi dengan baik sebagaimana fungsi dari partai itu sendiri.

Dalam rangka mencerdaskan demokrasi politik bangsa, penting bagi partai politik untuk mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam menempatkan posisi kepentingan sendiri ataupun kelompok untuk tetap berada di bawah dari kepentingan umum nasional. Jika ini telah dilaksanakan, maka fungsi partai dalam melaksanakan pendidikan politik guna memenuhi kewajiban partai dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terlaksana.
            UU. No. 2 Tahun 2008 pasal 10 telah tertulis tujuan umum partai politik. Pertama adalah mewujudkan cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana di maksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan cita-cita nasional bangsa tersebut pada UUD 1945 adalah memajukan kepentingan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Yang kedua adalah partai politik juga perlu mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Bukan sebaliknya, partai politik justru menjadi pemicu dari perpecahan di tengah-tengah masyarakat.

            Terlepas dari strategi menarik simpati masyarakat,    dalam pelaksanaan fungsi partai politik tersebt tentu melalui sarana sosialisasi politik (Mirriam Budiarjo). Maksud sosialisasi politik ini yakni proses perkenalan maupun memperkenalkan  melalui seseorang untuk dapat memperoleh sikap politik yang di inginkan sesaui dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Melakukan pendidikan terhadap masyarakat atau dengan melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung kepada masayrakat perlu di lakukan, tidak hanya pada saat moment-moment tertentu saja. Partai politik perlu sering bertemu langsung kepada masyarakat, sehingga keterwakilan politik masyarakat terakomodir dalam sebuah partai politik. Cara-cara tersebut bagian dari mencerdaskan politik bangsa, sehingga tanpa melalui cara-cara licik pun, simpati masyarakat akan sebuah partai akan muncul dengan sendirinya selagi dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan dari sebuah partai politik.

Baubau, 09 Desember 2013