"Membangun Komunikasi Politik Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah" adalah tama yang diangkat pada seminar
nasional yang diselenggarakan Oleh Fakultas Sospol Unidayan. Kegiatan tersebut
di hadiri oleh kepala daerah di jazirah Buton Raya seperti Bupati Buton,Bupati
Buton Tengah,Walikota Baubau yang hadir sebagai pembicara. Namun bukan mereka
yang sebenarnya di nantikan oleh mahasiswa, melainkan pemateri nasional yang
sering tampil di layar televisi yaitu Prof. Tjipta Lesmana seorang pakar
Komunikasi Politik. Kegiatan ini sengaja di buat untuk menjaga komunikasi yang
mulai memudar, sehingga dapat membangun masyarakat dan daerah yang lebih baik.
Meski pembahasan masih sangat jauh dari konteks tema yang di angkat, namun
dapat bermanfaat untuk memperdalam kebutuhan ilmu pengetahuan.
Saat ini, seringkali kita menyaksikan gejolak
yang mengiringi jalannya pemerintahan pusat maupun daerah. Ruang demokrasi yang
terbuka memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk dapat menyampaikan pendapatnya.
Tak heran, maraknya aksi demonstrasi menjadi hal yang sering kita jumpai dalam
perpolitikan saat ini. fenomena tersebut menjadi pertanda bahwa ada sebuah
komunikasi yang tersumbat dalam setiap keputusan yang diambil oleh aktor
kebijakan. Sehingga salah satu metode yang diambil untuk dapat berkomunikasi bersama
pemangku kekuasaan yang dianggap mati rasa dilakukan dengan memilih turun
kejalan.
Dalam setiap sendi-sendi kehidupan manusia
tidak dapat dipisahkan dengan yang dinamakan komunikasi. Komunikasi menurut Gerbner didevinisikan sebagai interaksi
sosial melalui pesan-pesan. Sebaik apapun konsep atau kebijakan yang di ambil,
niscaya tidak dapat berjalan dengan baik apabila pesan yang disampaikan tidak
terbangun dengan baik pula. Oleh karenanya fenomena aksi demonstrasi yang
sering terjadi tersebut menandakan ada sebuah komunikasi yang terputus antara
pemerintah ke masyarakat maupun masyarakat ke pemerintah, Demonstrasi yang
dimaksudkan disini ialah diluar dari aksi yang syarat dari kepentingan kelompok.
Menurut Prof.Tjipta Lesmana yang disampaikan
pada seminar di Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau, bahwa Komunikasi adalah
ilmu yang paling sangat-sangat penting. Selain itu hal yang perlu diperhatikan
oleh pemimpin dalam berkomunikasi harus jelas, jangan suka curhat, jangan
sering marah-marah dan sebagainya. Terlepas dari penjelasan tersebut, bahwa
pemimpin harus dapat memahami filsafat administrasi negara yakni Logika,Etika dan estetika. Karena
keputusan yang dianggap benar belum tentu itu baik dan indah pada perjalanan
pemerintahan. Dengan demikian komunikasi dapat terlakasana dengan baik jika
pemimpin dapat memahami filosofi seperti ini.
Ada dua istilah yang sering kita dengar pada
sistem politik, yaitu suprastruktur
politik dan infrastruktur politiik.
Suprastruktur politik yaitu sebuah lembaga pengambil keputusan yang sah dalam
pemerintahan, seperti yang disebutkan oleh montesquieu dengan membagi kekuasaan yang dikenal dengan sebutan Trias Politica (Eksekutif,Legislatif,Yudikatif). Sementara Infrastruktur
politik yaitu lembaga kemasyarakatan yang aktifitasnya dapat mempengaruhi secara
langsung maupun tidak langsung dalam kebijakan pemerintah seperti
LSM,Perguruang Tinggi dan sebagainya.
Membangun komunikasi sangat penting untuk terjalin
dengan baik oleh kedua sistem politik tersebut dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Sejauh ini, komunikasi yang dilakukan cenderung elitis hanya
melibatkan tokoh-tokoh politik semata. Akan tetapi lembaga kemasyarakatan
seperti perguruan tinggi tidak terberdayakan. Padahal Perguruan tinggi dapat
menopang perkembangan pembangunan daerah diberbagai sektor baik sosial,ekonomi,
dan budaya. Kampus sekedar menjadi lembaga pencetak mahasiswa dengan mengejar
gelar dan IPK semata yang belum tentu
jelas masa depannya.
Tidak ada peran yang diberikan kepada pihak
kampus, khususnya Universitas Dayanu Ikhsanuddin untuk berpartipasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan diluar dari pada aktifitas akademiknya. Adapun
komunikasi politik itu terjadi, yang telihat cenderung sebuah perselingkuhan
pemikiran semata, sehingga timbulah istilah yang dikatakan oleh Julian Benda dengan sebutan “penghianatan kaum cendekiawan”. Hasilnya,
Komunikasi Politik yang terbangun sebatas sebuah persengkokolan pemikiran yang
dekat terhadap kebutuhan materil, dan kekuasaan, bukan berorientasi kepada
kepentingan orang banyak. Selain itu pemerintah juga seolah anti kritik dan
terkesan tertutup. Sebab banyak dari kegiatan aksi demontrasi, mahasiswa ditindas
serta mendapat ancaman bahkan langsung mendapat perlakuan kasar sampai nyawa
menjadi taruhannya.
Ada banyak potensi sumber daya manusia lokal yang
dapat dikelola di Unidayan maupun kampus lainnya. Terlebih lagi bahwa Wakil
Walikota Baubau adalah pemilik dari yayasan Unidayan. Mengapa tidak komunikasi
itu tetap dibangun sehingga kampus menjadi penopang dari kegiatan pemerintahan,
sehingga dapat berjalan dengan baik. Mahasiswa dapat terberdayakan dengan
mengabdi sekaligus belajar langsung dalam kegiatan pembangunan daerah. Oleh
karenanya salah satu rekomendasi yang dapat dihasilkan pada seminar tersebut
yaitu memberikan peran, dan membuka kembali komunikasi politik bersama Perguruan
Tinggi yang tersumbat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar