Selasa, 19 Mei 2015

MAHASISWA UNIDAYAN BERSUARA



Akhir-akhir ini suasana kampus Unidayan ramai diwarnai aksi unjuk rasa oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai Mahasiswa Unidayan Bersatu. Setelah sekian lama fakum, sikap kritis ini kembali terlihat akibat kebijakan Rektorat dalam menaikan biaya SPP tahun ajaran 2015/2016. Untuk yang ke sekian kalinya, aksi dilakukan atas mosi ketidak percayaan mahasiswa kepada pihak rektorat yang terkesan tidak terbuka terkait pengelolaan keuangan kampus. Tercatat sudah empat kali aksi unjuk rasa dilakukan untuk meminta pertanggunjawaban terkait persoalan ini. Aksi yang berlangsung terus menereus ini terjadi disebabkan oleh sikap rektorat yang enggan menemui para demonstran.


Selasa/19 Mei 2015 kabut asap kembali memenuhi Kampus Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau. Dalam demonstrasi kali ini mahasiswa melakukan pemboikotan serta membakar ban dan kursi bekas sebagai bentuk kekesalan mahasiswa yang menganggap pihak rektorat terkesan tuli, dan buta untuk duduk bersama membahas persoalan ini. Seminggu sejak aksi ini dilakukan, tidak ada sedikitpun kesadaran maupun kepedulian pihak kampus untuk menanggapi tuntutan yang mereka sampaikan. Hanya pemimpin yang tuli dan mati rasa ketika masyarakatnya harus berteriak terlebih dahulu setelah itu baru berfikir utntuk mengatasi permasalahannya. Sehingga Slogan Akhlak dan Budaya hanya menjadi sebuah rangkaian kata indah yang abstrak dan tidak akan pernah terwujud jika pemimpinnya saja menunjukan sikap seperti ini. Adapun aksi mahasiswa yang terkesan tidak berbudaya seperti yang terjadi di unidayan saat ini tentunya tidak luput dari cerminan sikap para pemimpinnya, ungkap Dafid perwakilan BEM FKM Unidayan dalam menyampaikan orasinya.

Bagi mereka tidak ada sebuah kata maupun sikap yang paling baik untuk melawan pemimpin yang tidak bijak melainkan dengan cacian dan cara keras. Didalam pemikiran mereka hanya ada satu pesan yang tersirat menjadi semangat perjuangannya, bahwa melawan ketidakbenaran merupakan salah satu bentuk kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Merekapun menyadari bahwa setiap kehidupan pasti ada pro kontra, namun tidak ada niatan lain dari aksi ini melainkan semata-mata untuk menyadarkan kembali pihak rektorat agar lebih peka dan peduli terhadap mahasiswa. Pasalnya pembangunan Univesitas yang tertua di Sulawesi Tenggara ini terkesan lambat jika dibandingkan dengan kampus-kampus baru di Kota Baubau.


Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) tidak menjadi soal untuk terus dinaikan jika demi memenuhi kebutuhan pendidikan, tetapi pertanggungjawabanya juga harus jelas. Tentunya hal yang dapat dipertanggungjawabkan tidak bisa terpisahkan dan diwali oleh sikap yang transparan, dan inilah yang menjadi bagian dari tuntutan mereka. Kenaikan biaya ini kembali membuka kembali ingatan mahasiswa maupun masyarakat Kota Baubau dengan janji SPP gratis yang di hembuskan saat Unidayan dijadikan sebagai mesin politik 2012 yang lalu. Selain itu dalam perspektif mahasiwa bahwa kebijakan menaikan biaya SPP hanyalah sebuah skenario untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai lahan komersial. Perspektif ini kemudian timbul karena setelah menakar biaya yang setiap tahunnya dinaikan akan tetapi tidak sesuai dengan pengembangan kualitas pembelajaran di Unidayan.

Ruangan belajar, laboratorium, perpustakaan maupun fasilitias lainnya masih sangat langkah di jumpai jika dibandingkan dengan perguruan lain. Selain itu lembaga kemahasiswaan juga beranggapan masih sangat kurang mendapat perhatian oleh pihak rektorat. kegiatan kemahasiswaan selalu di kebiri sehingga membatasi ruang aktualisasi dan jiwa kreatif mahasiswa. Belum lagi sumbangan lain yang dibebankan mahasiswa ketika mengurus perkuliahan di fakultas masih sering dijumpai. Sehingga alasan karena tidak adanya bantuan dari universitas menguatkan asumsi mereka bahwa dalam pengelolaan keuangan tidak transparan.

Dinamika ini jika di biarkan terus menerus tentu dapat menggangu proses perkuliah di Unidayan. Sikap pembiaran dalam membentengi diri sendiri tidak boleh dilakukan pihak rektorat, karena secara tidak langsung menginginkan ketidakstabilan itu sendiri. Robert Greene dalam bukunya 48 Hukum Kekuasan menjelaskan bahwa "jangan bangun benteng untuk lindungi diri sendiri, isolasi adalah sesuatu yang berbahaya". Kurang lebih pesan itu dapat dipahami bahwa bertahan bukanlah suatu kesimpulan yang baik melainkan juga menjadi bagian yang dapat menyudutkan serta menghancurkan. Keluar dan hadapi, temui serta jelaskan dari hati-kehati untuk duduk bersama mencari kesimpulan yang baik. Jadikanlah Aksi Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa itu menjadi bahan masukan bagi kelangsungan Unidayan. Tanggapi secara positif lakukan dengan baik karena tantangan selalu menanti kedepannya.

***

Berbuatlah Untuk Menjadi Baik....
Kenalilah Hati Dan Pemikiran Orang Lain. (Robert Greene)

Baubau, 19 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar