Minggu, 06 April 2014

JEJAK SANG SERDADU RIMBA UNIDAYAN

Bumi telah di titipakan oleh Yang Maha Kuasa kepada manusia untuk menjadi Raja di dalamnya. (Qs. Al Baqarah : 30). Maka sudah sebuah keharusan bagi manusia, untuk selalu mencintai alam sebagai tempat tinggalnya. Sebab tanpa rasa cinta, niatan untuk menjaga ,melindungi, serta melestarikan alam tidak akan pernah tumbuh di benak pikiran manusia.

Cinta menurut Eric Fromm adalah memberi. Memberi dalam artian dilandasi dengan motifasi yang baik. Memberi bukan berarti selalu mengharapkan imbalan, karena cinta itu ikhlas. Jika cinta selalu mengharapkan imbalan itu bukan cinta yang tulus, melainkan cinta dagang. Maka mencintai adalah memberi dengan penuh rasa ikhlas tanpa mengharapkan imbalan apapun.. Kemungkinan, inilah yang melatarbelakangi lahirnya Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALI) Giri Jaya di Unidayan, ketika perasaan cinta terhadap alam mulai terkikis di kalangan mahasiswa.


Mapali Giri jaya Hadir sebagai sebuah organisasi yang bergerak dalam memupuk dan menumbuhkan rasa kepedulian mahasiswa dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Mereka sang serdadu rimba (Sapaan akrap Pecinta Alam) berpendapat bahwa alam adalah sahabat sejati yang dapat memberikan arti dari makna kehidupan yang sebenarnya.


Sebagian kelompok mahasiswa lainya menilai bahwa MAPALI Giri Jaya adalah organisasi yang perlu di jauhi. Sebab kegiatan dari organisasi ini di anggap tidak baik karena aktifitas kegiatannya dihabisi dengan hura-hura, jalan-jalan dan berpetualang yang tidak ada manfaatnya. Asumsi tersebut bisa di pastikan timbul bagi kelompok mahasiswa yang tidak dapat menggunakan kerangka pikir ilmiahnya. Penialaian yang dilakukan hanya dengan melihat dari segi tampak luarnya saja.


Bagi sang serdadu rimba di Unidayan, bahwa dengan berinteraksi kepada alam, gunung, hutan, lembah, aliran sungai dan ombak di laut adalah sebuah proses dari bagian pensucian jiwa. Proses yang membuat mereka dapat lebih tenang dan mengenal sang pencipta akan keindahan dan megahnya alam ciptaanya. Bahwa apabila kita senantiasa berdialog dengan alam, maka dengan sendirinya akan memupuk rasa cinta pada tanah air dan membangkitkan perasaan patriotisme. Mencintai alam dan lingkungan adalah sebuah mediah untuk memupuk rasa kecintaan terhadap lingkungan. Maka yang berkaitan dengan alam, Mapali akan tetap selalu ada untuk pelsetarian dalam perbaikan lingkungan hidup.

(Sumber : arfieprincelove.blogspot.com)

Namun yang namanya manusia tetaplah manusia. Setiap manusia pasti   memiliki  lembaran   hitam  tak  seperti  malaikat  yang selalu suci. Sang serdadu pun menjadi buah bibir hampir disemua kalangan kampus Unidayan. Akibat oknum beberapa kader yang sering mempertontonkan mengkonsumsi akohol di depan umum,akibatnya  wajah organisasi ini di identikan dengan minuman keras. Siapapun yang mabuk maupun sedang menkonsumsi alkohol, meski pengguna tersebut bukanlah bagian dari kader Mapali, pandangan khalayak pun menilai bahwa itu adalah Mapali. Hanya karena ulah seseorang citra buruk pun langsung di lekatkan pada organisasi ini. sadar tidak sadar bahwa setiap orang yang melakukan penilai seperti itu sebenarnya dia telah terjebak dalam kesalahan berfikir.

Jalaludin Rakhmat dalam bukunya rekayasa sosial menyebutnya dengan istilah  Fallacy Of Dramatik Instance. Makasudnya adalah kecenderungan orang yang di kenal dengan Over-Generalization. Yaitu penilaian dengan mengangkat satu/dua buah kasus dijadikan sebuah kesimpulan yang bersifat umum. misalkan seperti contoh berikut : Dosen A Unidayan  Melakukan Pungli, dosen “B” Unidayan Melakukan Pungli, maka di simpulkan semua Dosen Unidayan  melakukan pungli. Penilaian seperti inilah yang dirasakan oleh Mapali giri Jaya.

Ironisnya setiap kita mendengarkan orang  membicarakan tentang organisasi ini, hampir semua yang di perbincangkan pasti tentang keburukannya. Mapali pun bagaikan sebuah nama yang begitu menyeramkan di dengar. Jarang kita mendengar diskusi-diskusi yang yang sifatnya solutif dalam melepaskan wabah tersebut yang hinggap di organisasi ini seperti manusia yang sedang frustasi. Sebenarnya perilaku semacam  itu bukan  semata-mata murni hadir karena telah ditentukan (determinsm) yang tidak dapat di ubah  lagi. Kemungkinan lahir akibat dari  kurangnya perhatian yang di dapatkannya. Perasaan  seperti ini mungkin juga dirasakan oleh Mapali giri jaya sehingga aktifitas yang seharusnya tidak  dilakukan tersebut dapat terjadi dan sering kita saksikan dalam kehidupan kampus Unidayan.

Fenomena seperti ini pun di sadari oleh sang serdadu rimba. Bukan semata-mata diantara kader Mapali malas tau akan hal itu. Namun di antara mereka pula masih berusaha mencari jalan untuk menjauhkan penilaian buruk tersebut. Namun dalam memperbaiki citra tersebut tidak segampang membalikan telapak tangan, butuh sebuah langkah-langkah untuk dapat merubahnya, dan tentunya perlu mendapat dukungan langsung dari pihak kampus dalam rangka pengembangan bakat mereka. Dengan langka mengembangkan bakat tersebut kiranya dapat mengurangi wabah yang mengahantui Mapali dengan senantiasa di isi dengan kegiatan-kegiatan yang sehat dan positive.

Tidak selamanya yang buruk selalunya jahat. Bukan semata-mata pula keburukan yang di miliki sang serdadu tersebut mutlak adanya.  Bahwa sebanrnya mereka juga masih  memiliki semangat, potensi, dan bakat  yang perlu di kembangkan.  Tak sedikit diantara mereka dapat meraih prestasi dalam mengharumkan nama Unidayan pada kegiatan kemahasiswa di tingkat regional maupun di tingkat Nasional.

2 komentar: